Selasa, 30 Desember 2014

Surat Cinta untuk Kopmers


"Telah kita lalui bersama beberapa waktu lalu melewati pahit manisnya hidup. Telah kita lalui bersama beberapa waktu lalu memuntahkan kegelisahan hati kita bersama. Telah kita lalui bersama beberapa waktu lalu membangkitkan kembali semangat kita.

Bersama kami pernah terlibat begitu banyak tawa. Bersama kami pernah terlibat begitu banyak canda. Bersama kami saling berkeluh kesah. Bersama kami saling beradu otot. Bersama kami telah saling menyemangati. Bersama kami telah membentuk suatu ikatan kekeluargaan.

Tersadar pun oleh diri ini. Dunia tak berhenti pada suatu titik kebersamaan. Ada kalanya tali itu mengendur hingga saling terjauhkan. Ada kalanya tali itu saling mengerat hingga tak terpisahkan."

Awalnya saya hanya mahasiswa apatis yang tak peduli pada sekitar, awalnya saya hanya mahasiswa yang lebih suka menghabiskan waktu di kost daripada di kampus, awalnya saya hanya mahasiswa statistik yang menghabiskan waktu hanya untuk belajar dan belajar tanpa mengerti bagaimana berorganisasi.

Sampai pada suatu masa ketika saya dipertemukan dengan sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa Kopma STIS (sekarang Unit Dana Usaha) pada 20 Januari 2013, bersama 9 orang terpilih lainnya. Awalnya kita semua asing, tapi akhirnya bisa bersahabat juga di Kopma. Saya banyak belajar di sini, dari mulai adaptasi, belajar berorganisasi, belajar berwirausaha, belajar berkoordinasi, belajar jadi pemimpin, belajar peduli, belajar peka, belajar memahami orang lain, belajar mengatasi masalah, belajar bekerja sama, belajar bermuamalah, belajar kehidupan, belajar banyak hal. Kami saling berbagi, 'ilmu, cerita, canda, tawa, tangis, getir, dan sebagainya.

Dua tahun ini adalah dua tahun yang sangat berkesan, sangat membanggakan, sangat membahagiakan, dan sangat mengharukan, memiliki adik-adik, teman-teman, dan kakak-kakak yang begitu hangat, begitu peduli, begitu perhatian, begitu luar biasa, melihat kalian begitu kompak, begitu erat ikatan kekeluargaan yang terjalin. Setahun, dua tahun 'bekerja' bersama, sesulit apapun kondisinya, serumit apapun birokrasinya, tak terasa sebagai beban karena komitmen, keikhlasan, ketulusan, kesukarelaan masing-masing individu dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Berlebihan kah saya? ah, biarlah memang begitulah kenyataan dan fakta yang ada :')

Pengurus Kopma 2013/2014 dan alumni Kopma 
pada Seminar PNS Preneurship Kopma STIS 2014

Itulah yang membuat kami, Kopmers (anak-anak Kopma) tak menganggap Kopma sebagai sebuah unit, UKM, ataupun organisasi, melainkan lebih dari itu, kami adalah sebuah keluarga, keluarga Kopma :)

Saat saya bersama kehidupan saya yang lain, tetap saya nyatakan mereka keluarga saya. Keluarga yang memang begitu adanya. 

Tapi segala sesuatu itu ada masanya. Segalanya ada waktunya...

Ya, setidaknya masih ada kesempatan untuk 'mengabdi' sekali lagi bersama mereka, dengan kisah yang berbeda, dengan batasan-batasan yang lain dari biasanya, namun yang terpenting dengan mereka yang begitu luar biasa bagi saya :)

Jakarta, 30 Desember 2014
akhir masa jabatan kepengurusan

Sabtu, 20 Desember 2014

Mencari Sahabat Dunia Akhirat, Sesosok Penuh Makna

Bismillaah,


Seorang sahabat adalah sosok yang sangat berharga bagi kehidupan seseorang. Kehidupan seseorang akan terwarnai dengan hadirnya seorang sahabat di sisinya. Jika sahabatnya baik, maka ia akan menjadi baik pula. Namun bila sahabatnya buruk, maka sudah sangat mungkin terjadi ia akan terwarnai olehnya.

Indah sekali apa yang pernah Rasulullah ibaratkan tentang seorang sahabat yang beliau umpamakan dengan penjual minyak wangi dan pandai besi. Jika berteman dengan penjual minyak wangi, minimal akan mendapat dan mencium wanginya. Berteman dengan seorang pandai besi, bisa-bisa percikan apinya mengenai tubuh dan juga kedapatan bau busuknya. Sungguh beruntung seseorang yang mendapatkan sahabat sejati, yang memuji di belakangnya dan mengoreksi di depannya.

Ada sebuah pertanyaan, apakah persahabatanmu sekadar permainan yang bisa ditinggalkan ketika kamu merasa bosan?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu diyakini bahwa kehidupan yang kita jalani ibarat sebuah perjalanan. Ada pepatah mengatakan, “Carilah teman sebelum melakukan perjalanan.” Sebab teman bagi seorang musafir bagaikan kehidupan dan ruhnya.

Oleh sebab itu jika persahabatan hanya sekadar permainan, maka tak ayal perjalanan ini tidak nyaman hingga tujuan bahkan lebih buruk dari itu.

Timbul lagi sebuah pertanyaan, “Lalu siapakah yang layak menjadi sahabat saya?”

Rasulullah telah bersabda bahwa agama seseorang bisa dilihat dari agama teman dekatnya. Itu artinya bahwa perangai, perilaku, dan tabiat seseorang dapat dilihat kepada siapakah seseorang itu bergaul. Maka hendakalah berhati-hati dalam memilih seorang teman. Karena bisa jadi suatu saat engkau akan menjerit dan menyesali keputusanmu persis sebagaimana firman Allah ;

“Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.“ [Al-Furqan : 28-29]

Maka, relakah engkau akan bernasib demikian??

Alangkah indahnya seorang sahabat, yang ketika kita berbuat salah ia menegur dan menasihati, bukan karena rasa benci, namun karena begitu cintanya ia terhadap kita sehingga tak bosan-bosannya mengingatkan akan sebuah kebenaran. Namun seringkali kita terlupa, termakan oleh egoisme diri, merasa lebih baik, lebih banyak makan asam garam, sehingga menafikan sebuah kebenaran yang sebenarnya datang dari Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam lewat lidahnya. Alangkah indahnya seorang sahabat yang mau ikut menangis bersama, ketika melihat sahabat lainnya jatuh dalam kubangan nista dan dosa, merasa kasihan, bukan kebencian hingga bergetar bibir menahan tangis dan kesedihan, terluka jiwa yang fitrah oleh tajamnya belati hawa nafsu.

begitulah seorang sahabat sejati itu, 
untuk para sahabatku yang saya cintai,
baarakallaahu fiikum *titik dua tutup kurung*

Jakarta, dalam pekatnya malam

Selasa, 09 Desember 2014

Tips Hemat Nge-Kost di Jakarta (Bukan Pelit)

Apa bedanya hemat sama pelit?

Hemat itu mengatur pengeluaran sebijaksana mungkin, demi kepentingan bersama dan jangka panjang. Kalau uang kita sisa, bisa buat yang lain. Seperti membantu teman, atau membantu orang tau, atau membantu saudara. Masih ada pemikiran untuk menolong sesama.

Kalau pelit? Pelit itu, mengatur pengeluarkan seminimalis mungkin dan memaksimalkan bergantung pada traktiran orang lain. Ehm.. parasit. Pelit itu mikirin diri sendiri aja. Misal, punya uang, tapi bilang nggak punya uang. Semacam itu lah.


Dan tips ini, saya buat akibat efek kenaikan harga kost, harga makan, dan harga-harga yang lain akibat efek kenaikan BBM. Jadi saya putuskan untuk berbagi tips hidup hemat yang sudah saya latih dari SD. Kalau mau biaya hidup tinggi, saya rasa nggak perlu tips ya. Tinggal buang-buang uang aja di jalan, ntar juga habis uangnya. Hehe. Yang perlu tips itu biasanya untuk teman-teman yang mau berhemat. Saya bagi tips yang biasa saya pakai ya (bisa cocok bisa juga enggak). Ingat, ini untuk hemat. Hemat bukan berarti pelit! Di bold ya, HEMAT DAN BUKAN PELIT.

  1. Biasakan hidup sederhana. Masalahnya, standard hidup sederhana tiap orang beda-beda ya. Ada yang sebelumnya biasa naik mobil, coba-coba disini naik motor aja. Selain menghindari macet, juga lebih hemat bensin. Ada juga yang biasanya naik motor, disini milih jalan kaki aja. Selain nggak perlu keluar uang buat beli bensin, juga lebih sehat. Alhamdulillah dari SD hingga sekarang saya naik sepeda manual, tapi sekarang lebih sering jalan kaki sih, soalnya sepedanya lagi rusak dan lagi males untuk memperbaiki
  2. Cari kost-an yang sederhana aja sih. Budget untuk kost-an kantong mahasiswa sih biasanya berkisar antara 300-600 ribu (tiap orang beda-beda sih, biasanya tergantung fasilitasnya). Kalau saya sih yang penting bisa buat tidur. Toh aktivitas kita nggak melulu di kost-an toh? Ngontrak juga oke-oke aja, tapi lebih baik tanggung rame-rame biar jatuhnya lebih murah.
  3. Sedekah. Setelah dapet TID (karena saya kuliah di perguruan tinggi kedinasan, alhamdulillah masih dapat tunjangan) atau kiriman orang tua, langsung sisihkan sedikit untuk disedekahin bro! Tanya kenapa?

    Allah berfirman:
    “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261)”
  4. Investasi di awal. Buat saya, yang suka membuat planning hidup masa depan, berpikir 2-3 langkah ke depan, menyisihkan investasi di awal itu wajib banget. Karena berapapun uang yang dipegang, biasanya nggak bersisa. Tapi untuk teman-teman yang bisa menyisakan uang di akhir, silakan tempatkan poin ini di urutan terakhir. Dan kenapa investasi? Karena investasi membuat uang kita bisa bertambah banyak. Ya nggak tiba-tiba bertambah banyak sih. Tetap ada aktivitas di dalamnya yang bisa membuat uang kita aktif. Ada banyak cara untuk investasi. Cari yang halal bro bro dan jangan niatkan investasi untuk menganakpinakkan uang, tapi benar-benar untuk modal/simpanan kebutuhan masa depan. Sementara ini saya baru investasi emas (lumayan harga emas trendnya naik terus, meskipun fluktuatif banget), dan kata mama sih bisa buat modal nikah atau naik haji, in syaa' Allah, hehe.
  5. Belanja seperlunya. Contoh, mie instan itu perlu, tapi nggak sampe beli sekardus juga kali bro. Jangan berlebihan. Mentang-mentang mau hemat, tiap hari makan mie instan terus. Hemat nya sih iya, tapi badan penyakitan mau?
  6. Butuh atau Ingin? Kalau butuh, langsung beli. Kalau ingin, tunda dulu. Biasanya “ingin” itu cuma sesaat. Dengan menunda keinginan kita, sekaligus membuat kita berpikir panjang. Kalau sudah ditunda, ternyata masih ingin juga, ya baru dibeli. Daripada kena siksa batin. Kalau pas balik ternyata kehabisan, ya berarti bukan rejeki kita. Haha. Take it easy bro. Kalau ada promo, boleh juga tuh. Hehe (promo hunter)
  7. Makan sehat. Ingat! makanan sehat nggak selalu mahal! Makan di warteg deket kost yang tempatnya bersih dengan menu sayur dan tempe juga bisa dibilang sehat. Buat makan siang di kampus, bisa beli di Kopma (masih aja promosi :p) atau di kantin. Kalau masih berasa mahal, bisa beli di warteg di dekat kost untuk makan siang di kampus atau masak sendiri. Yang pasti, Sisakan uang di rekening untuk makan selama sebulan. Kasih target berapa rupiah untuk makan. Kenapa? Karena biasanya, paling banyak menghabiskan uang di makanan. Ingat! Makan untuk hidup. Bukan hidup untuk makan.
  8. Nabung. Nabung disini buat hal-hal yang nggak terduga. Misal kalau kita sakit, atau keluarga butuh uang. Bisa juga sebagai investasi masa depan.
  9. Jadi Jomblo yang banyak teman. Jomblo sih jomblo, tapi jadilah jomblo yang bermartabat dan berwibawa, jangan mau jadi forever alone juga jangan jadi pengemis cinta. Perbanyaklah teman! kalau banyak temen itu enak bro. Susah senang selalu bersama. Banyak info yang didapat kalau kita banyak teman. Mulai dari info kerjaan, info acara-acara seru, sampai info makanan murah meriah. Dan, kalau  ada apa-apa dibantuin. Tuh, bermanfaat kan. Kalau punya pacar itu susah loh. Pacaran itu pake ongkos bro, uang tekor, maksiat jalan terus. Ingat! Jangan sekali-kali mendekati zina! Saya bersyukur sih masih jomblo (lebih bersyukur kalo udah nikah), lebih hemat juga. Nggak pacaran, nggak keluar uang buat hal-hal yang nggak penting dan berujung maksiat. Mending ditabung buat nikah, daripada buat pacaran. *eh
  10. Jalin hubungan baik dengan tetangga. You know lah, apalagi kalau dapat undangan nikahan atau waktu kurban. Hoho
Nah, sedikit-sedikit itulah tips dari saya. Kalau ada salah dan nggak cocok, maaf ya. Mau berbagi tips yang lain? Boleh banget! :D

_______________________
Jakarta, 9 Desember 2014

Selasa, 02 Desember 2014

Haruskah Hijrah ke yang Halal?

Berawal dari salah satu celetukan sahabat saya Abu Namira Muhammad Arif Maulana ketika saya ditawari sayembara desain dan saya tidak mengiyakan karena aplikasi desain andalan saya selama bertahun-tahun (CorelDRAW X5) mengalami crash berkelanjutan yang mengakibatkan beberapa komponen Windows di laptop harus saya korbankan untuk eksperimen-eksperimen service laptop yang sama sekali tidak membuahkan hasil. Ketika itu dia bilang, "pake InkScape aja sana, jangan pake software bajakan terus! :D". Ah, saat itu juga saya merasa enggan, bingung, dan sedikit galau. Kalau saya beralih ke InkScape yang notabene aplikasi open source yang formatnya beda dengan Corel, apa yang harus saya lakukan dengan ratusan desain yang telah saya buat selama ini? dibuang begitu saja? bagaimana dengan desain-desain pesanan orang lain yang sudah saya janjikan untuk mereka? terkunci begitu saja dalam keterbengkalaian? Ah, entahlah. Saya pun berpikir, mempertimbangkan segalanya, dan memutuskan untuk benar-benar berhijrah dan mendalami InkScape sebagai aplikasi desain permanen menggantikan CorelDraw. Meskipun awalnya kesulitan karena tidak terbiasa dengan tools-nya, namun pada akhirnya dengan InkScape pun saya bisa menghasilkan desain berkualitas.

Kemudian dilanjutkan dengan tulisan al-Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal pada laman rumaysho.com yang menjelaskan hukum memakai barang bajakan, entah berapa kali memang saya selalu menunda-nunda untuk benar-benar membuang sofware bajakan di laptop saya dengan dalih menggunakan aplikasi open source susah, sudah terbiasa dengan aplikasi-aplikasi berlisensi yang ada, kualitas aplikasi open source masih kalah dengan aplikasi berlisensi yang diperoleh dengan cara membajak (entah itu hasil crack, keygen, atau serial patch), dan sebagainya.


Tapi, terlintas dalam pikiran saya bahwa yang harus selalu saya ingat bahwa Islam mengatur segalanya sampai hal-hal yang terkecil. Bahkan dalam memakai software pun di atur dalam Islam. Tidak dibenarkan bagi kita untuk menggandakan program-program komputer yang pemiliknya melarang untuk digandakan kecuali atas seizinnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

المُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوطِهِمْ

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umat Islam berkewajiban untuk senantiasa memenuhi persyaratan mereka.“ (Shahih Al Jaami no. 6714. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih) Dan juga berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيبة من نَفْسٍ

“Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali atas kerelaan darinya“. (HR. All Baihaqi dan Daruquthni. Lihat Irwaul Gholil no. 1459. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih) Dan juga berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ سَبَقَ إِلَى مُبَاحٍ فَهُوَ أَحَقُّ بِهِ

“Barang siapa telah lebih dahulu mendapatkan sesuatu yang mubah (halal) maka dialah yang lebih berhak atasnya“. Hukum ini berlaku baik pencetus program adalah seorang muslim atau kafir selain kafir harbi (yang dengan terus terang memusuhi umat Islam), karena hak-hak orang kafir selain kafir harbi dihormati layaknya hak-hak seorang muslim.

Ya, hijrah adalah suatu kondisi dimana seseorang berpindah dari titik satu ke titik yang lebih baik. Jika kita mendalami pengetahuan tersebut maka hal ini sangat tepat dihubungkan dengan kebiasaan lama saya yang pernah menggunakan software berlisensi dengan cara membajak. Berawal dari ketidaktahuan dan ketidakpahaman saya tentang hal tersebut akhirnya saya menemukan solusi ampuh menghentikan kebiasaan tersebut dengan melirik yang namanya Open Source dan Free Software.

Hal-hal di atas adalah alasan utama saya untuk melakukan hijrah karena di sana ada perbuatan dosa yang tidak kita sadari, di saat kita menggunakan software berlisensi yang dibajak tanpa mendapat izin dari pemilik/pembuat software tersebut maka di sana ada hak orang lain yang kita langgar. Hubungannya sangat erat dengan masalah moral diri sendiri dan hak-hak orang lain yang kita ambil. Tulisan ini tidak bertujuan mengarahkan Anda meninggalkan Windows beserta software berbayar lainnya jika Anda mampu membayar royalti dari software tersebut, saya sendiri masih belum meninggalkan Windows karena alhamdulillah Windows saya versi Home Premium 32-bit Original yang harus saya bayar mahal saat pertama kali beli laptop. Tapi jika Anda masih menggunakan software tersebut secara ilegal (membajak) maka marilah mulai melirik Open Source atau Free Software untuk memenuhi kebutuhan komputansi kita.

Untuk sementara ini, beberapa software Open Source dan Free Software yang saya gunakan adalah sebagai berikut:
1. InkScape menggantikan CorelDRAW (keygen)
2. GIMP menggantikan Adobe Photoshop (patch)
3. Pinnacle Studio menggantikan Adobe AfterEffect (patch)
4. Open Office menggantikan Microsof Office (crack)
5. Avast Antivirus (free)
6. Foxit Reader (free)
7. CC Cleaner (free)
8. SPlayer menggantikan Windows Media Player (asli sih, cuma ada ada beberapa format file yang tidak terbaca)
9. 7zip menggantikan Winrar/Winzip (bajakan)
10. Google Chrome (asli)

Lantas bagaimana jika ada file-file penting yang format file-nya tidak bisa dibuka dengan software-software open source pengganti tadi? Saya juga sempat bingung awalnya, tapi setelah dapat ilmu dari Ustadz Yulian Purnama langsung cerah lagi harapan saya. Beliau menyarankan untuk mengkonversi file-file tersebut dengan CloudConvert, webapp untuk konversi file dengan memanfaatkan teknologi cloud. Tipe file yang di dukung sangat banyak. Percobaan pertama saya adalah mencoba membuktikan konversi file SVG ke PDF seperti yang dicontohkan Ustadz Yulian, benar kata beliau, hasilnya sangat bagus, hi-res. 

Kemudian, sebagai contoh untuk diri saya sendiri, saya coba konversi CDR (Corel) ke SVG (InkScape) - masih versi eksperimen dari sananya, walhamdulillah bisa. Tapi karena InkScape tidak bisa membaca beberapa font Windows, masih ada beberapa font yang berubah jadi default (Times New Roman), formatnya juga menjadi acak-acakan. Tapi setidaknya, source design nya masih terjaga. Jika WebApp semacam ini dikembangkan lagi akan sangat bermanfaat khususnya ketika ada program yang bermasalah kemudian ingin dikonversi dalam format lain sehingga masih tetap bisa dibuka meskipun di program lain (yang berbeda formatnya)
Ada API-nya juga. Silakan eksplor sendiri di http://cloudconvert.org

Selain itu langkah mudah untuk berhijrah ke software yang halal lainnya adalah: Backup Data Super Penting Anda. Sebelum memulai proses hijrah ini sangat disarankan untuk mem-backup data yang super penting. Apalagi kalau memang ingin benar-benar berhijrah dari Windows ke GNU/Linux. Backup yang dimaksud disini adalah menduplikasikan data super penting tersebut ke media penyimpanan lain selain dari harddisk PC yang aktif. Misalnya data di copy ke flashdisk, harddisk eksternal atau nitip di harddisk teman, bisa juga data di burning ke media CD/DVD. 

Saya jadi teringat perkataan Ustadz Abdul Hakim:

"Dahulu, jika seorang mulai mengenal ilmu agama maka otomatis berubah kehidupannya.

Kini, ilmu agama hanya koleksi intelektual, mengenal dalil namun tak ada beda dengan orang awam."

Mari direnungkan bersama, apakah 'ilmu agama yang kita dapatkan hanya sebatas koleksi intelektual saja? semoga tidak.. Sami'na wa atho'na!

Dengan berhenti menggunakan software bajakan berarti Anda peduli dengan moral Anda sendiri dan hak-hak pencipta program. Secara otomatis Anda secara aktif membantu pemerintah memerangi software bajakan.

Wallahul muwaffiq
_______________________________________________________
Jakarta, 2 Desember 2014

disadur dari berbagai sumber dan kisah pribadi

Jumat, 14 November 2014

Sederhana Saja

Tiba-tiba hujan turun tanpa intro. Genangan air menghalau langkahku untuk melangkah ke warung makan di seberang jalan. Tapi perut ini lapar. Dan makanan tak kunjung datang hari itu. Nekat adalah solusi terakhir mengakhiri penderitaan. Berkecipak, berjingkat dan melompat kecil akhirnya bisa juga lolos. Yah, walaupun sedikit basah celanaku, tapi tak mengurungkan niatku untuk memanjakan perut.

Sederhana saja yang saya pesan untuk perut saya. Nasi, sayur dan tempe goreng lengkapi dengan segelas teh manis hangat. Tak ingin muluk-muluk saya memanjakan perut. Ala kadarnya saja asal kenyang di akhir cerita. Sebentar saja lamunanku terjebak pada bayangan yang terpantul di gelas teh didepanku.

'Bahagia', kata dasar yang sederhana terucap namun mampu meledakkan hati menjadi kepingan-kepingan senyum yang tak bisa dilunasi hanya dengan berjanji. Entah petir apa yang memaksaku melangkah menjauh dari kotaku hanya untuk mengkalkulasi sebuah kemungkinan-kemungkinan. Tapi apa salahnya, tak ada salahnya mengejar kemungkinan-kemungkinan itu dan mewujudkannya menjadi sesuatu yang bisa dikenang ketika duduk dibangku taman, kelak ketika menjadi tua. Mungkin..

Ahh.. tehku tak hangat lagi. Terlalu lama saya melamun. Yang saya sadari saya sudah kenyang dan saya tutup dengan delapan ribu perak. Dan siang itu saya masih di kota ini, ketika saya menyambut setiap momen dengan sepotong senyuman. Saya hanya melihat kesederhanaan menikmati kebahagiaan atas semua yang telah saya lakukan.

Hai..

Rabu, 29 Oktober 2014

Observasi

Saya suka mengamati hal-hal yang ada di sekelililng saya, tapi jangan bayangkan saya adalah peneliti yang mendefinisikan berbagai fenomena melalui metodologi yang ilmiah. Saya hanya suka melihat, mengamati, dan mengambil kesimpulan saya sendiri tanpa ada kesan ilmiah sama sekali. Kebanyakan adalah hal yang kecil dan sepele. Saya suka mengamati bagaimana sekelompok preman di salah satu fasilitasi publik yang mengekspresikan rasa ingin tahu mereka mengenai kondisi sosial di sekitar mereka dengan antusias, saya suka mengamati bapak-bapak pemulung di sekitar sungai di sudut-sudut ibu kota (lihat tulisan sebelumnya), saya suka mengamati jalanan dan gang-gang sempit di sela-sela gedung dan bangunan di ibu kota, saya suka mengamati gaya hidup penduduk desa atau suku pedalaman yang selalu terlihat ramah dan kadang memunculkan kesan misterius (seperti Sangiang, Baduy, Dayak, Jawa, dll), saya suka mengamati gerak-gerik dan karakter teman-teman saya, dan hal kecil dan sepele yang lainnya.

Saya tidak tahu dengan Anda, tapi saya belajar banyak dari hal-hal yang saya amati di atas. Dan prosesnya jauh lebih menyenangkan daripada hanya mendengarkan dosen di dalam kelas. Memang apa yang saya dapatkan bukanlah teori-teori seperti yang bisa saya dapatkan dari buku sosial research atau buku teori sejenis lainnya, akan tetapi dari “proses pengamatan” yang saya lakukan, saya dapat langsung membandingkan antara teori yang biasanya sangat ideal dengan realita yang sifatnya lebih relatif.

Namun, memang begitulah adanya, tak jauh berbeda seperti apa yang disampaikan oleh dosen Metode Penelitian saya di kampus di Otista No 64C, Jakarta Timur, pak Waris Marsisno. "Penelitian ilmiah dapat dimulai dari mengamati dan peka terhadap hal-hal kecil dan sepele di sekitar Anda"

Sependek pengalaman saya, ada beberapa hal yang terus ditekankan berulang-ulang. Salah satunya adalah bahwa tugas seumur hidup manusia adalah belajar, dan proses pembelajaran dapat dilakukan di manapun dan kapanpun. Definisi belajar tidak dapat dibatasi oleh dinding-dinding sekolah dengan deretan meja dan kursinya. Pun tidak terbatas oleh lembaran-lembaran kertas rangkuman maupun modul.

Belajar tidak terbatas oleh mata pelajaran, mata kuliah, maupun silabus-silabus pendidikan. Memaknai kehidupan juga merupakan sebuah proses pembelajaran, merenung tentang kehidupan juga merupakan sebuah proses pembelajaran. Dari proses tersebut kita akan mendapatkan pelajaran berharga yang tidak kita dapatkan selama di ruang kelas.

Belajar bukan hanya dominasi mata, telinga, otak dan “indera-indera fisik” yang lainnya. Belajar juga merupakan pekerjaan hati. Apalagi jika kita sedang belajar mengenai kehidupan, belajar tentang nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai sosial.

Ya, inilah waktunya, di tingkat 3 jurusan Statistika Sosial dan Kependudukan, saatnya 'hobi' mengamati yang hanya iseng-iseng sudah saatnya diaplikasikan secara ilmiah berdasarkan metode ilmiah yang sistematik, terorganisir, berbasis data, dan dengan pendekatan-pendekatan ilmiah yang lain.

Selamat mengamati, selamat meneliti!

Tahan Dulu Penasarannya; Yuk Belajar Bahasa Arab

Oleh: al-Ustadz Abu Faiz Erlan Iskandar (pedulimuslim.com)
Umar bin Khattab berkata,“Pelajarilah Bahasa Arab, karena Bahasa Arab merupakan bagian dari agama kalian.”
Mukjizat Keindahan al Qur’an
Kalaulah mau dipikir sejenak. Ternyata, mukjizat seorang nabi itu umumnya sesuai dengan sesuatu yang tengah populer di kalangan kaum tersebut. Sebutlah, Nabi Musa. Kala itu sihir sedang marak-maraknya, maka coba tengok mukjizatnya. Tongkatnya bisa bermacam guna. Atau pula, Nabi Isa. Pada zamannya, pengobatan ialah yang utama. Maka, coba perhatikan mukjizatnya. Menyembuhkan orang sakit, bahkan pula bisa menghidupkan kembali orang mati atas izin Allah ta’ala.

Beda halnya dengan zaman nabi kita, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Syair begitu didamba. Seseorang bisa naik dan turun derajatnya, tersebab sajak yang tertuju pada dirinya. Ditengah antusias yang tinggi terhdapa syair; turunlah mukjizat mulia berupa al Qur’an, yang membuat setiap kafir quraisy tercengang karena keindahan bait-baitnya. Penyair mana yang tak takjub dengan keindahan bahasa al Qur’an. Lalu, seperti apakah keindahannya? Jawabannya; Tahan Dulu Penasarannya, Yuk Kita Belajar Bahasa Arab :)

Sebegitu menakjubkan kah bahasa al Qur’an…?
Nama umar bin khattab mengabadi dalam pembahasan ini. Keras hati-nya meleleh, ketika mendengarkan bait-bait lembut yang penuh kesejukan. Ia takjub dengan bahasa al Qur’an. Hingga ia nyatakan diri untuk masuk Islam. Ada lagi, seorang perampok sangar. Dikisahkan, sangking tangguhnya; sampai-sampai dalam operasi perampokkannya, ia ta lagi butuh partner dan tim. Akan tetapi, masih ada secercah cahaya di hatinya. ia bertaubat sebab mendengar kutipan ayat Qur’an. Bahkan setelah taubatnya itu, beliau menjadi ulama yang sangat diakui keilmuannya. Benar sekali tebakanmu. Fudhail bin iyadh namanya.

Masya Allah, Orang yang dulunya sekeras umar, sesangar fudahil; menjadi tersentuh bertaubat setelah mendengar ayat al Qur’an. Bacaan Qur’an begitu membuat mereka merasakan nafas-nafas hidayah dan keimanan. Mana mungkin hati mereka bisa bergetar ketika mendengar ayat al Qur’an, bila bahasa arab mereka tak faham. Kuncinya, bahasa arab harus faham.

Kemudian, coba tanya, kapan terakhir hati kita bergetar setelah mendengar ayat al Qur’an? Pula, kapankah tiba masa dimana kita bisa memaknai al Qur’an ddialam hati yang mendalam?   

Jawabannya; Tahan Dulu Penasarannya, Yuk Kita Belajar Bahasa Arab :)

Doa-Doa dan Bacaan Shalat Jadi Lebih Terhayati
Siapakah diantara kita yang tak merindu untuk bisa khusyuk dalam shalatnya? Ketahuilah, Syarat agar kita bisa khusyuk dalam shalat ialah dengan memahami apa yang kita ucapkan. Bilamanakah kita akan; menangis ketika membaca surah Qof, Berhikmah kala membaca kisah ksiah, dan berseri kala Allah bercerita surga, dan berkhwatir diri kala Allah bercerita tentang adzabnya; manakala ktia tak tau apa yang kita baca dalam shalat kita.

Kita juga baru tahu, ternyata ada hubungan terkait antara gerakan dan bacaan. Sujud misalnya. Kita rendahkan kepala kita. Mencium bumi serendah-rendahnya. Untuk apa? Untuk mengakui bahwa Allah Maha Tinggi. Sehingga setulus hati, kan kita resapi tuk ucapkan, “Subhaana Robbiyal a’laa.”  

Lalu, bicara soal doa. Seberapa banyak doa kita mengerti maknanya. Bagaimana pula bila kita tak paham apa yang kita pinta? Ucapkan sembarang “aamiin” bukan pada tempatnya. Lalu dimana jarak ijabah dengan segala pinta?

Kemudian, timbul tanya, kapan bsia merasakan mansnya ibadah? kapan kiranya bisa meresapi segala bacaan doa dan menghayati bacaan dalam shalat kita?

Jawabannya; Tahan Dulu Penasarannya, Yuk Kita Belajar Bahasa Arab :)

Afwan Jiddan, Kita Akrab ber-Bahasa Arab –
Bertutur guru bahasa Indoensia saya; Bu Baruna. Bahwa, Kata dalam bahasa Indonesia itu menyerap 30% dari bahasa arab. Banyak sekali, serapan kata dalam perbincangan kita. Bahkan, tidak hanya yang berbau ‘serapan’. Tak jarang, justru kita malah memakai lafazh-lafazh murni arab sendirir dalam keseharian. Misal pada kalimat; “Assalamu’alaykum, ukhti” , “Insya Allah ana mau ta’aruf” dan “‘Afwan jiddan, ana tolak antum”.

Eits, baru saja sepertinya kami menulis kata yang janggal. Afwan Jiddan. Kata ini memang akrab di telinga dan lisan. Padahal, dalam bahasa arab, lafazh macam ini tidaklah terkenal.

Kata afwan merupakan maf’ul muthlaq, yang mana kata kerjanya dihapus. Awalnya, kalimatnya berbunyi, “Asta’fikum ‘Afwan.”  Kemudian agar simpel, dihapuslah subjek dan kata kerjanya. Jadilah sebutan ‘Afwan’.

Sejatinya, kata ‘afwan’ sendiri sudah bermakna “Saya minta maaf bangeet”.  Jadi kalau ada yang bilang ‘Afwan Jiddan’, artinya jadi; “Saya minta maaf banget bingiit”, hehe.. Ah, terlihat berlebihan. Kurang elok dan tak sesuai kaedah, kawan.

Masih penasaran dengan Maf’ul Muthlaq…?!

Jawabannya; Tahan Dulu Penasarannya, Yuk Kita Belajar Bahasa Arab :)


***


Salah satu fasilitas dari sekian banyak fasilitas yang ada untuk belajar bahasa Arab:

Program BISA
Program BISA (Belajar Islam dan Bahasa Arab) adalah program kursus non formal jarak jauh yang diluncurkan sebagai bagian dari cita-cita untuk sebanyak mungkin membantu umat Islam agar bisa "melek" bahasa Arab di tengah-tengah kesibukan dalam menjalani aktivitas keseharian masing-masing.

TIM PENGAJAR

Pembina: Ustadz Muhammad Mirjani, Lc (Alumni Fak Hadits Universitas Islam Madinah)

Mudarris Ikhwan:
Khairul Umam, S.T, B.A (Alumni Teknik Metalurgi UI dan Fak Dakwah Universitas Al Madinah Internasional - MEDIU)
Athoilah, B.A (Alumni Fak Hadits Universitas Al Madinah Internasional - MEDIU )
Irham Maulana (Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Syariah - LIPIA)
Deden Dimyati  (Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Syariah - LIPIA)
Ridwan Arifin  (Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Dakwah - Universitas Islam Madinah) 

Mudarris Akhawat:
Lailatul Hidayah, B.A (Alumni Fak Dakwah Universitas Al Madinah Internasional - MEDIU )
Muthmainnah, Lc (Alumni Fak Syariah LIPIA)

Program BISA menerapkan sistem MLM (Multilevel Mudarris) dimana para alumni menjadi musyrif/ah (pembimbing) untuk angkatan selanjutnya. Dengan sistem ini, Kami dapat menampung lebih banyak kuota peserta yang bisa diterima di setiap angkatannya, walhamdulillah. 



Selasa, 28 Oktober 2014

Evaluasi

Evaluasi bukanlah barang baru, karena evaluasi bisa masuk ke dalam beragam dimensi baik dalam dimensi pribadi maupun dalam dimensi organisasi bahkan kehidupan sosial, meski begitu tidak begitu banyak orang memahami cara melakukan evaluasi, saya akui sendiri evaluasi merupakan kegiatan yang kompleks, harus punya bangunan pikiran yang lengkap yang disusun atas beragam data.

Berdasarkan pengalaman yang saya alami, seringkali melakukan evaluasi yang serampangan, akibatnya hasil dari evaluasi itu minimalis sekali dan yang pasti kesalahan yang telah dilakukan mesti akan terulang lagi dan lagi. 

Tanpa menyepelekan kompleksitas yang ada dalam aktivitas evaluasi, sejatinya evaluasi itu dilakukan dengan cara membandingkan antara perencanaan dengan implementasi rencana. Dari perbandingan itu kemudian keluar dua hal yang dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi pertama apakah implementasi itu sudah sesuai dengan rencana yang telah dibuat atau tidak, tentu saja jawabannya bisa iya dan bisa juga tidak, bila jawabannya iya, tentu saja selain memberi kepuasan kepada atasan, juga memberi kepuasan kepada tim yang bertanggung jawab dalam mengimplementasikan rencana tersebut, namun bila jawabannya tidak sesuai barangkali siap-siap saja menerima kata-kata pedas dari sang evaluator. Tidak adil bila yang diukur hanya pada implementasinya, maka planning yang menjadi acuan dalam implementasi juga harus menjadi sasaran evaluasi juga, apakah evaluasi tersebut fleksibel dalam menghadapi perubahan? atau sudah realistis dengan kekuatan SDM? sebab ada kalanya, perencanaan itu dibuat secara serampangan yang tidak realistis, sehingga susah sekali dalam mengimplementasikannya.

Itu gambaran umumnya, detailnya silakan Anda kembangkan sendiri.

Mari mengevaluasi, dan dievaluasi! *sigh*

Minggu, 19 Oktober 2014

Galian Tanah

Banyak orang pasti pernah melihat ketika orang menggali tanah. Pada saat menggali lubang orang mengeluarkan sesuatu dari dalam. Untuk mendapat ruang yang kosong harus ada yang dikeluarkan atau dipindahkan. Hasil dari kegiatan gali adalah lubang atau ruang yang terbuka dan tumpukan hasil dari galian. Jumlah tumpukan tanah tergantung dari berapa besarnya lubang yang kita inginkan. Isi yang kita keluarkan sama seperti ruang yang kita hasilkan.

Pernahkan Anda menimbuni kembali lubang yang sama dengan hasil galiannya. Peristiwa ini biasa kita lihat kalau orang menguburkan jenazah. Lubang makam yang kosong setelah disemayamkan jenazah akan ditutupi tanah. Ketika seluruh lubang makam ditutup maka ada sisa tanah yang tidak bisa kita masukkan ke dalam makam. Sisanya biasa ditimbun diatas makam menjadi gundukan.

Gundukan tanah akan selalu ada juga pada saat kita menutup lubang yang sama dengan tanah yang sama tanpa kemasukan sesuatu. Selalu ada sisa diatasnya. Artinya lubang yang kita gali menjadi tidak cukup untuk menampung seluruh galiannya.

Dalam kehidupan, banyak hal terjadi demikian. Kita mengeluarkan ide-ide kita. Ide kita mungkin dianggap biasa saja. Pada saatnya hasil galian ide kita terkadang tak terserap lagi oleh tempat dalam kepala kita. Pikiran yang sama tidak lagi menampung hasil gagasan itu. Syukur kalau galian ide kita baik. Tetapi kalau galian kita jelek akan berakibat lebih parah bagi daya tampung otak dan nalar kita.

Sabtu, 18 Oktober 2014

Jaga Jarak Aman

Beberapa hari lalu saya melewati jalan padat di daerah Pasar Baru. Lalu lintas bergerak lambat, padat merakyat. Laju kendaraan pelan dan menyulitkan kita untuk menyalip dari kiri atau kanan. Motor yang saya kendarai persis di belakang sebuah mobil pick-up penuh barang dan tetutup terpal. Kedua sisi terpal agak melembung, sehingga saya pikir sang pengemudi tidak bisa memantau lewat kaca spion baik kiri maupun kanan. Kaca spion tengah pasti sudah mustahil. Semuanya tertutup barang. Yang menarik perhatian saya ada tulisan JAGA JARAK

Jaga jarak adalah sebuah instruksi atau ajakan. Kalau ingin aman maka harus mengatur agar ada jarak yang cukup antara kendaraan kita dan yang berada di depannya. Bila kita kurang waspada bisa terjadi tubrukan. Dikatakan tubrukan karena kita yang di belakang dianggap menubruk dari belakang. Karena tabrakan adalah pertemuan dua kendaran dalam kecepatan yang tak terkendali sama dari depan. Tubrukan maupun tabrakan sama berakibat buruk.

Bila ingin cari aman maka perlu jaga jarak. Dalam kehidupan bersama juga perlu atur jarak tertentu sehingga kita mampu mengevaluasi hubungan antara beberapa pihak. Karena dalam jarak yang memadai, ada jeda yang cukup untuk tetap maju atau hanya berdiam diri.

Jakarta, 18 Oktober 2014
Masih dalam keadaan setengah sadar akibat kurang tidur selama 2 hari berturut-turut

Jumat, 26 September 2014

Tekad Tanpa Alat


Kemajuan teknologi selayaknya menjadikan kita lebih giat belajar agama. Dibandingkan para ulama salaf dulu, sebenarnya sarana dan prasarana kita jauh lebih mendukung untuk menuntut ilmu agama. Akan tetapi, benarlah kata pepatah Arab, tekad lebih bermakna daripada alat. Di tengah keterbatasan, para ulama bisa menuntut ilmu, meniti ratusan kilo demi mendapatkan ilmu. Mereka menulis ratusan kitab dengan pena mereka, bukan dengan mesin tik, komputer, laptop ataupun tablet. Bahkan Syaikh Abdurrahman Nasir As Sa’di rahimahullah menulis tafsirnya yang terkenal (Al Aisar) dengan menggunakan pena. Suatu hal yang mustahil dicapai tanpa motivasi intern dan tekad yang kuat.

Adalah Muhammad bin Idris rahimahullah (yang lebih terkenal dengan Imam Syafi’i) mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang unta untuk dipakai menulis. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits-hadits Nabi. Dan itu terjadi pada saat beliau belum lagi berusia baligh. Sampai dikatakan bahwa beliau telah menghafal Alquran pada saat berusia tujuh tahun, lalu membaca dan menghafal kitab Al-Muwaththa karya Imam Malik pada usia dua belas tahun sebelum beliau berjumpa langsung dengan Imam Malik di Madinah.

Dua belas tahun, sungguh usia yang masih amat belia. Bagaimana dengan kita? 

Gelas Plastik

gambar di atas hanya ilustrasi

Tak putus mesin paru-parumu menjaring oksigen di antara tumpukan tiang-tiang beton beralas aspal panas. Dan melepasnya dengan segumpal peluh di lengan, leher, kepala. Sekilo dua kilometer itu luar biasa, yang biasa adalah karung kosong tak terisi sampah.

Gigi depan rahang atasmu telah punah oleh bogem mentah. Untung yang bawah masih rapi berjajar. Lumayan untuk olah raga pagi menggiling pisang goreng dan secangkir teh tawar.

Kulitmu mengkisut. Tak lagi mencengkram kuat daging-dagingnya. Selang-selang otot saling bertaut dibawahnya. Dengan aliran darah menggemukkan selang-selang itu. 

Memproses dengan gerak mencoba mencekik nasib yang terlalu banyak menelan waktu.

Terlalu lanjut untuk dirimu menghidupi hidupmu yang kurang dari sejengkal saja liang kubur. Daging beradu dengan aspal. Tangan menghantam hamburan sampah. Mengoyak mencari sisa dan menyelipkan doa 

"semoga hari ini 4 kilo aku bawa"

Peluh menjadi juruh. Air liur menjadi mineral pertama menghanyutkan dahaga. Lalu kenapa kamu masih bisa tersenyum wahai orang susah?

Karena "ini jatah saya sebagai pelengkap yang sudah ada..." 

Bukan kah masih ada sekawanan Mario Teguh yang masih mau menggelontorkan motivasi? Masih mau banyak mulut memicu setiap insan berdarah dan berdaging susah untuk mau maju? 

"Ini sudah terlalu banyak yang saya terima, sudah terlalu banyak yang saya sia-siakan.."

Jakarta, 26 September 2014
Pagi tadi, di sekitar kali Cideng, Jakarta Pusat

Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Sudahkah kita bersyukur?

Senin, 22 September 2014

Suatu Malam

Butuh krayon warna-warna surga untuk melukis tentang suatu malam. Butuh berlembar-lembar lontar untuk menjabarkan suatu malam kedalam sketsa-sketsa sederhana nan rumit. Dan butuh membalik hati dan otak untuk bermultifungsi mempolakan peran dan pengadeganan tentang suatu malam.

Suatu malam. Hanya suaranya yang berkicau tentang dedaunan yang jatuh dari rindangnya pepohonan. Membentuk hamparan yang lembut ketika melontarkan tubuh dan terhempas di atasnya. Ini bukan perkara berkhianat kepada indahnya pagi hari. Tapi mengilustrasi sederhananya suatu malam.

Inilah laju percepatan dari suatu rasa. Melibas, berkelok dan membentuk pola-pola yang tak terdeskripsi oleh mata. Karena bukan lagi bahasan imajiner, tapi inilah fusi yang terbungkus dalam suatu malam.

Hoo..

Senin, 15 September 2014

Karena Engkaulah Kekasih Pertamaku…


"Pindahkan cinta di hatimu ke mana saja kamu suka

Tetapi cinta sesungguhnya hanyalah untuk kekasih pertama

Berapa banyak tempat di bumi yang disinggahi pemuda

Namun kerinduannya senantiasa untuk rumah pertama" (*)

***

Cinta pertama,
Cinta pada pandangan pertama..

Oh… ibu… ibu…
Rahimmulah rumah pertamaku…
Dalam pelukan, pangkuan, dan helai kasih sayangmulah kurasakan cintamu…
Maka, apakah mungkin orang lain ‘kan rebut tempatmu di hatiku…
Tidak…
Tak ‘kan kubiarkan hatiku berpaling darimu…
Karena…

Engkaulah kekasih pertamaku…

(*) lihat dalam الجواب الكافي لمن سأل عن الدواء الشافي karya Ibnul Qayyim, hal 133

Minggu, 14 September 2014

Jumat, 12 September 2014

Dan Kau Tak Akan Tahu, Kapan Kau Berumur

Tidak pernah ingat pasti, kapan kata umur itu ada. Pohon dan hutan, manusia dan masyarakat. Semua bertumbuh dan bertambah. Mungkin, karena manusia kerap melupakan sehingga sesuatu itu diberi label, punya namanya masing-masing. Dari yang nampak hingga yang nisbi. Leluhur kita lebih pintar mengakali waktu. Agar ia tahu bertumbuh itu tak hanya dari kecil menjadi besar. Agar ia tahu bertambah itu tak hanya dari satu menjadi tak terhingga. Tetapi sesuatu yang terjadi secara simultan punya tempa. Satu dari kita pasti ada dalam jumlah, tetapi mungkin kita tak bisa di-sama-dengan-kan. Satu satu kita tumbuh melengkapi yang banyak. Setiap satu yang tumbuh punya ciri. Setiap ciri men-sejati-kan manusianya. Supaya teringat. Karena kala umur telah di ujung senja, sang diri hanya bisa berkata “apa saya sudah siap dengan bekal-bekal perjalanan meninggalkan jagat ini?”.

Tidak pernah ingat pasti, kapan umur itu ada. Mengulang tahun justru aku bertumbuh. Hidup memang telah berubah. Celoteh kini hanya untuk tertawa. Tertawa pada kini. Semua itu kini menjelma mitos. Masa kecil memang kadang dimanipulasi. Agar kau senang. Saat nanti menjelang siang, tak perlu terik menyengat, ada sadarmu jadi pelindung yang rindang. Ingatlah kini, ingatlah nanti, meski sesaat, cuma sesaat. Hiduplah penuh dengan kini, saat ini. Dalam Iman dan Islam, dalam jiwamu, dalam kata, dalam tubuh, dalam niat, dalam sekitarmu. Dan kau tak akan tahu, kapan kau 'berumur'.

Selamat, masih bisa hidup~

Rabu, 27 Agustus 2014

Jalanan di Kota Itu

Menyusuri tiap jalan di berbagai kota, yang pernah kita lewati. Saya tak tahu apa yang saya rasakan. Campuran antara bahagia mengingat peristiwa, tapi perih mengingat betapa sulitnya terulang lagi. Mungkin ini yang disebut kenangan; waktu, takdir, perih dan bahagia diaduk menjadi segumpal perasaan saja.

Menyusuri jalan yang belum kita lalui. Lalu menerka-nerka apakah sang waktu punya rencana menggariskan satu atau dua buah kenangan disana. Mereka-reka, kira-kira apa yang akan kita lakukan. Pastinya menancapkan adonan kenangan.

Entahlah

Minggu, 17 Agustus 2014

Pada Sepagi Minggu

Hari Minggu, bagi saya selalu istimewa dan mengantongi cita rasa berbeda.

Bukan, ini bukan karena semata saya telah cukup lama tidak menikmati atau turut berpartisipasi aktif dalam romantisme hari Sabtu seperti layaknya anak-anak muda lain. *ciee jomblo*

Begitulah Sabtu. Namun untuk saya, hari Minggu tetap jauh lebih unik dan memiliki tempat khusus di hati. Saya menyimpan banyak ingatan berharga disana. Ingatan yang hari ini kembali muncul ketika saya duduk di bangku kayu panjang pada ruang keluarga di rumah, menikmati kopi ginseng jawa ditemani sepiring pisang goreng hangat sembari tak sengaja menonton serial kartun pagi 


***
Tiba-tiba saya terlempar dan mendarat empuk di atas sebidang kasur kapuk, di kamar tengah yang jendelanya terhubung langsung dengan teras depan dengan semilir angin pagi yang sejuk. Saya sedang berada pada masa sekitar 12 tahun lalu. Pada sebuah Minggu pagi, dimana saya belum mengenal apapun, kecuali keluarga, belajar, dan bersenang-senang.

Hidung saya bahkan masih mampu membaui aromanya. Aroma tubuh sendiri yang belum akrab dengan minyak wangi yang biasa saya usapkan di sekujur pakaian. Saya mencoba mengurutkan kembali episode-episode Minggu yang rutin, namun tak pernah sekalipun kehilangan ruhnya.

Ketika itu, anak-anak serta para remaja tanggung sedang ramai menggilai kegiatan bersepeda, dan saya kebetulan termasuk didalamnya. Maka bersama beberapa kawan, saat langit masih malas menghadirkan matahari, saya selalu menguasai jalanan depan rumah, memacu sepeda bmx merah yang sedikit dimodifikasi agar berlari lebih cepat dari biasanya. Tidak ada siapapun di jalan sepanjang 30 meter itu, kecuali saya dan kawan-kawan bersepeda. Semakin mahir, semakin kencang saya meluncur. Balap sepeda pun jadi hal yang rutin dilakukan bersama kawan-kawan. Waktu itu, saya seolah sedang terbang dibelai udara pagi yang masih perawan, membiarkan benda-benda di samping kanan kiri saya hanya terlihat bagai lukisan abstrak, hanya tampak sebagai warna. Menyenangkan sekali. 

Bersama sepeda itu pula saya akhirnya mengalami luka, pertama kali, setelah balapan dengan kawan dan pada akhirnya ditabrak mobil dari arah berlawanan. Lutut kiri dan kedua telapak tangan menyapu aspal jalan, celana harus robek, darah menetes kemana-mana. Kami akhirnya harus pulang berjalan kaki, menuntun sepeda yang sudah tak lingkaran lagi roda depannya. Yang saya pikirkan saat itu bukan sakit karena lukanya, tapi sayang sekali saya seharusnya sudah jadi pemenang balap jika tidak bertemu mobil yang menabrak tadi. Tapi ya sudahlah, saya terima kekalahan dengan luka dalam. Begitulah masa kecil, separah-parahnya luka yang dialami tak terasa sakit sama sekali karena saking menyenangkannya.

Saya juga masih mengingat dengan baik, ketika Minggu meletakkan saya dan adik laki-laki saya satu-satunya, duduk bersila di ubin hitam, menikmati menu utama makan pagi: telur mata sapi, sayur kacang panjang, dan susu sapi hangat. Demikian, kami –saya dan adik- sengaja tidak duduk di kursi ruang makan, karena pada jam itu ada beberapa tontonan wajib yang akan membuat hari Minggu kami tidak sah jika kami tidak menontonnya dengan khusuk. Mereka adalah Doraemon, Shinchan, P-Man, Let's and Go (Tamiya), Hamtaro, Dr. Slump, Ksatria Baja Hitam, Gundam, Detective Conan, Saint Seiya, Dragon Ball, Ultraman, Pokemon, Digimon, Power Ranger, Yu-Gi-Oh, dan (apa lagi ya?), yah pokoknya itulah, serial yang apabila saya tonton kembali saat ini, mungkin terasa kurang penting dan garing. Saya agak lupa urutan tayangnya, namun seingat saya, semuanya adalah acara favorit kami berdua.

Dua belas tahun yang lalu, saya masih duduk di bangku kelas dua sekolah dasar dan baru dipercaya ibu untuk melakukan ritual makan sendiri. Maka jadilah makanan berceceran dimana-mana, pipi tertempeli nasi dan minyak, hanya karena saya belum mampu membagi konsentrasi antara menggerakkan tangan dengan mata tetap setia mengarah ke layar televisi. Apalagi ketika si Kotaro Minami sedang berubah wujud mengenakan kostum ksatrianya, lalu mengejar monster aneh penuh lendir hijau, menggunakan belalang tempur yang baru keluar dari garasi, entah garasi siapa. Si Kotaro, seperti jagoan lainnya, hampir pasti menang dan nasib si monster lendir selalu berakhir tragis. Tubuhnya meleleh dan berasap, jadi abu. Ah, seru. Jantung saya selalu ikut berdebar kencang. Sementara menu sarapan pagi yang bertugas untuk disantap seringkali lupa untuk ditandaskan.

Di sisi lain ketika menonton Power Ranger, ada satu hal yang sampai sekarang masih menjadi pertanyaan yang belu terjawab bagi saya. Cerita di serial Power Ranger itu mudah sekali ditebak, musuhnya selalu mengeluarkan monster dalam ukuran kecil lalu dikalahkan Power Ranger kemudian monsternya menjadi raksasa. Pertanyaannya, tiap episode pasti pihak monster itu kalah, tahu begitu kenapa musuhnya tidak mengeluarkan monsternya langsung ukuran raksasa saja ya? kan lumayan tuh, Power Rangernya nggak ada persiapan sehingga akan mudah dikalahkan nantinya.

Selain Power Ranger, ada yang lebih aneh lagi, film Ultraman. Kita pasti tidak asing dengan film yang satu ini, musuhnya yaitu monster raksasa yang datang dari planet lain di luar angkasa untuk menghancurkan bumi. Tapi, anehnya si monster ini sepertinya tidak mengerti geografi. Kenapa si monster jauh-jauh dari planet lain selalu turunnya di Jepang? kan di Jepang sudah ada Ultraman yang pasti bakal mengalahkan monster raksasa. Coba si monster turunnya di Amerika, kan ketemunya sama Power Ranger. Kan lumayan tuh, Power Rangernya nggak ada persiapan melawan monster raksasa sehingga akan mudah dikalahkan nantinya, hehe.

Satu lagi, tapi yang ini tidak pernah menimbulkan pertanyaan bagi saya. Setiap menonton serial Doraemon, saya kerap berkhayal berada di dunianya Nobita, dengan alat-alat ajaib yang menakjubkan, harapan anak-anak pada masa itu. Tapi sayang sekarang sudah muncul film terbaru yang katanya episode terakhir Doraemon - Stand By Me. Akan sulit rasanya melepas masa kecil yang bahagia itu tuk terakhir kalinya.

Minggu juga selalu menjadi hari paling indah, karena kami dilegalkan untuk tidak tidur siang. Kebijakan internal keluarga itu kami pergunakan untuk berkeliaran, saling bertandang ke rumah tetangga yang memiliki putra dan putri seusia kami. Kami asyik dengan komunitas polisi-polisian, petak umpet, perang-perangan, kelereng, balap sepeda, hingga sepak bola di jalan kecil di depan rumah dengan gawang yang mistarnya transparan dibatasi oleh sandal-sandal kami atau bebatuan. Dinyatakan tidak gol jika bola melambung terlalu tinggi di atas penjaga gawang meskipun hanya selisih 10 cm dari ujung-ujung jari tangan. 

Belum ada koneksi internet dan alat komunikasi canggih seperti sekarang, saat itu. Jadi saya tak perlu sibuk dan menjadi anti sosial hanya demi memikirkan status atau kicauan apa yang harus dimunculkan hari ini. Semuanya berjalan sederhana. Kami berkumpul, bermain, tertawa, kelelahan, lalu pulang ke rumah masing-masing. Hanya sesederhana itu.

Satu-satunya permainan agak modern yang disediakan ayah adalah Play Station 1 (PS1). Mungkin, perangkat ini bisa dikatakan sebagai kakek dari aneka game online yang menghipnotis kaum remaja dan dewasa sekarang. Permainan seperti Winning Eleven, Metal Slug, Tamiya, Tekken, Street Fighter, Captain Tsubasa, Super Mario Bros, Smack Down (dulu namanya Wrestlemania kalau tak salah ingat), Doraemon, dan sebagainya masih banyak lagi selalu menemani hari-hari kami. Saya ingat ketika mencurangi adik saya di saat main game tekken, hanya saya yang mengetahui tombol apa saja yang harus dikombinasikan supaya si Heihachi bisa mengeluarkan tendangan kilat khasnya.

Saya masih selalu mampu mengingat semuanya dengan sempurna. Juga merasakan tubuh kecil saya yang selalu menyambut hari Minggu dengan penuh sukacita dan gegap gempita.
***
Pagi ini, saya menikmati hari Minggu bersama secangkir kopi ginseng Jawa hangat dan tayangan kartun Doraemon dari sekotak televisi 15 inch, teronggok di sudut ruangan. Saya tersenyum dan menghela nafas ringan. Doraemon adalah serial kartun terakhir yang masih sempat kami nikmati bersama di setiap Minggu pagi, sebelum akhirnya kami tumbuh dewasa dan harus bergumul dengan kegiatan masing-masing. Saya tersenyum, karena harus rela kembali pada realita hari ini, masa kini.

Meski ada rasa miris melihat acara TV masa kini. Lebih banyak acara entertainment, infotainment dan sinetron yang tak mendidik. Ah, I don't know your feel, bocah-bocah Indonesia zaman sekarang. Entahlah, masa kecil kalian yang sekarang lebih bahagia dari masa kecil kami atau tidak kami tak tahu, zaman kita berbeda.

Hari Minggu saya tidak lagi sesederhana hari Minggu 12 tahun lalu, ketika saya belum mengenal rumitnya statistika dan matematika, proposal dan LPJ, merindu dan menunggu. Namun, saya selalu berhak memutar kembali ingatan ke masa itu. Saya selalu mampu menghibur diri dengan merasai kembali semua aroma yang ada di Minggu pagi, meletakkan jiwa saya disana, bermain-main kembali. Sebelum pada akhirnya besok balik ke Jakarta lagi, tak ada TV, menikmati hari Minggu yang biasa di kost ataupun keliling Jakarta.

Alhamdulillah, it's Sunday! Merdeka!

Bangil, 
17 Agustus 2014

Senin, 11 Agustus 2014

Sekali Lagi


Sekali lagi kaki ini memijak ke bumi dengan permulaan yang tidak saya duga. Ini salah satu yang saya cita-citakan. Memberikan yang terbaik. Mempersembahkan yang teraduhai. Untuk mereka yang saya cintai. Saya seorang lelaki. Saya bisa. Dan inilah saatnya untuk bicara melalui gerak ritmis dinamik momentum. Pengupayaan kebaikan, menuangkan bahagia setara dengan senyum terlucu menjelang pagi hari.

Dalam perjalanan berikhtiar. Memberikan banyak waktu untuk diriku, berpikir dan tercenung. Setiap bongkahan kegagalan pembangunan dan tiap kilometernya memberikan ruang sepersekian detik untuk otak dan hati berkolaborasi, introspeksi. Apakah pantas ini yang saya retas? Entah, bertanya adalah hakiki manusia. Menjawab itu bisa milik Penguasa.

Bangil, 11 Agustus 2014
di bawah temaram cahaya bulan purnama

Sabtu, 02 Agustus 2014

Jeda: Ekspedisi 3 Pesona Jawa Timur

Aku berlari bebas mengejar mentari
Berputar-putar tak jelas
Aku biarkan kaki ini mengejar matahari
Ke pantai
Ke gurun atau
Ke gunung

Tak peduli aku berlari sampai mana dan sampai kapan
Tak ada yang mengikatku
Tak ada yang menungguku

Hanya aku, alam dan Tuhan
Dalam sebuah jeda waktu

Jeda dalam pengertian bahasa Indonesia adalah waktu istirahat, waktu berhenti sebentar, hentian sentar dalam ujaran. Saya mengambil sebuah jeda dalam hidup ini. Sejenak saja. Mengistirahatkan pikiran, mengistirahatkan tubuh, mengistirahatkan hati.

Jeda bagiku adalah hadiah. Hadiah dari sebuah keberanian melepaskan sebuah kepenatan. Jeda itu sendiri memiliki arti sendiri bagi setiap individu. Menurut saya setiap orang membutuhkan jeda dari segala aktivitasnya. Anak sekolah butuh jeda yaitu waktu istirahat pada jam 9 pagi dan jam 12 siang bilamana mereka bersekolah hingga pukul 2 siang. Para karyawan juga mendapatkan jeda dari pekerjaannya yaitu jam 12 siang, 1 jam dari 8 jam kerja yang mengikat mereka demi pundi-pundi uang setiap bulan. Ibu rumah tangga pun membutuhkan jeda dari kesibukannya mengurus rumah, anak dan keuangan rumah

Jeda milik saya sendiri adalah jeda dari suatu rutinitas, melupakan sejenak rutinitas kuliah. Jeda yang biasa disebut dengan “me time”. Jeda dari bangun pagi terpogoh-pogoh, berburu dengan kemacetan atau padatya jalanan Ibukota.

Saya mengambil sebuah jeda untuk berhenti sebentar dari segala aktivitas rutin. Jeda yang diambil dengan sedikit keberanian. Menikmati hari libur lebaran dengan menyatu bersama alam. Jeda yang satu ini bisa saya namakan "Ekspedisi 3 Pesona Jawa Timur"


Dalam waktu jeda ini kupasrahkan langkahku menuju 3 destinasi wisata alam yang sungguh memikat hati, entah apa alasan saya memilih 3 tempat itu, entah mengapa saya harus melangkahkan kaki saya ke 3 tempat tersebut. Mulai dari Pantai Tanjung Papuma di Jember, Teluk Hijau di Banyuwangi, dan Gunung Bromo di Probolinggo. Entahlah, apapun itu mereka tetap mampu memikat hati saya.


Pantai Tanjung Papuma, Jember

Pantai Papuma tidak bedanya “surga” bagi kalangan wisatawan. Selain menyajikan berbagai panorama menenangkan, suatu negeri kecil yang menjorok ke laut di pantai selatan Jawa Timur juga menyimpan berbagai flora dan fauna tropis khas. Siapapun yang telah mengunjungi pantai landai berpasir putih tidak pernah bosan untuk menikmatinya. kondisi geografis yang stabil, bahkan membuat daerah wisata ini bisa dinikmati dalam cuaca apapun, baik di musim kemarau dan selama musim penghujan tiba.

Hutan dan kawasan wisata pantai yang memiliki luas wilayah 50 hektar terletak di Kecamatan Ambulu dan Wuluhan, Kabupaten Jember. Pantai Papuma sendiri merupakan singkatan nama sebagai terbentuk dari Pasir Putih Malikan. Kata “tanjung” ditambahkan di depannya, untuk menggambarkan posisi pantai yang menjorok ke laut barat daya daerah. Selain pantai, hutan terletak di sisi lain juga jadi ini daya tarik wisata.

Ketika Tanjung Papuma dalam kondisi gelombang yang cukup tenang. Permukaan laut kelihatan hijau kebiru-biruan selalu mengundang setiap pengunjung untuk berenang atau hanya menyentuh kaki riak gelombang rolling ke pantai. Selama waktu itu, setiap wisatawan tergoda untuk melayarinya. Lebih dari itu, pasir putih yang sangat halus dan tidak pernah meninggalkan rasa gatal di kulit juga dapat menjadi magnet bagi wisatawan untuk menyukai Tanjung Papuma.

Memang, hati kita akan lebih puas menikmati Pantai Tanjung Papuma, ketika kita berlayar teluk dengan perahu nelayan. Terutama, ketika ombak yang ramah, kita juga dapat mendekati beberapa atol (pulau karang), yang terletak sekitar dua mil dari pantai ke tengah teluk. Dari kejauhan pulau-pulau tanpa penghuni tampak seperti kodok raksasa. Tapi ketika kita mendekati, ia adalah sebuah pulau ciptaan yang menakjubkan.

Keindahan panorama atol-atol di sekitar Pantai Papuma akan lebih indah bila dilihat dari Sitihinggil, sebuah menara di atas bukit di ujung barat Tanjung Papuma. Menara ini sengaja dibuat oleh Perhutani sebagai tempat untuk wisatawan melihat panorama seluruh Pantai Papuma, serta sebagai pos pemantauan keamanan dan hewan-hewan yang ada di wilayah tersebut. Dari sana semua pengunjung dapat menikmati pemandangan sekelompok pulau karang kecil. Pulau karang itu, semuanya memiliki sebutan sendiri. Setiap judul menggunakan nama-nama dewa dalam dunia wayang: Guru, Kresna, dan Narada. (sumber)

Teluk Hijau, Banyuwangi

Teluk hijau, begitu kita mendengar seseorang mengucapkan kata ini akan langsung terbayang oleh kita, kenapa dikatakan berwarna hijau, bukankah kebanyakan laut berwarna biru. Berlokasi di Kabupaten Banyuwangi bagian Selatan, tepatnya di Kecamatan Pesanggaran di antara Pantai Rajagwesi dan Pantai Sukamade, anda akan menemukan keindahan pantai yang benar-benar natural, Teluk Hijau (Green Bay). Di sinilah kita akan melihat eksotisme tersendiri dari wisata ini. Disebut Teluk Hijau karena memang kita akan dimanjakan dengan teluk yang memang akan tampak berwarna kehijauan, dengan pasir putih nan alami dan air terjun setinggi 8 meter.

Teluk Ijo, demikian penduduk sekitar menyebut teluk ini memiliki semua keindahan alami yang menenangkan yang selama ini kita cari. Dikelilingi hutan alami yang asri, kicauan burung yang bernyanyi berpadu dengan hembusan angin dan suara ombak diantara bebatuan seakan seperti orchestra alam tersendiri yang akan menenangkan jiwa dan pikiran kita, dari penatnya rutinitas sehari-hari.

Jika kita ingin menuju Teluk Hijau, kita cukup mengikuti penunjuk jalan menuju Sukamade atau Rajagwesi. Letak Teluk Hijau tak terlalu jauh dari pemukiman penduduk yang paling akhir di daerah Rajegwesi, jadi jika kita membawa kendaraan pribadi lebih kendaraan tersebut kita titipkan ke penduduk. Lalu, perjalanan kita lanjutkan dengan berjalan kaki. Namun, jika anda ingin lewat jalur laut, maka dari tempat pintu masuk Teluk Hijau Anda hanya perlu menyewa perahu dari pantai Rajagwesi langsung menuju Teluk Hijau dengan biaya sekitar 300.000,- (sumber)


Gunung Bromo, Probolinggo

Gunung Bromo di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki keunikan dengan pasir laut seluas 5.250 hektar di ketinggian 2392 m dpl. Anda dapat berkuda dan mendaki Gunung Bromo melalui tangga dan melihat Matahari terbit. Lihatlah bagaimana pesona Matahari yang menawan saat terbit dan terbenamnya akan menjadi pengalaman pribadi yang mendalam saat Anda melihatnya secara langsung.
  
Gunung Bromo berasal dari kata Brahma (salah seorang Dewa agama Hindu). Bromo merupakan gunung api yang masih aktif dan terkenal sebagai icon wisata Jawa Timur. Gunung ini tidak sebesar gunung api lainnya di Indonesia tetapi memiliki pemandangannya yang spektakuler dan dramatis. Keindahannya yang luar biasa membuat wisatawan yang mengunjunginya akan berdecak kagum.
  
Dari puncak Gunung Penanjakan di ketinggian 2.770 m, wisatawan dari seluruh dunia datang untuk melihat sunrise Gunung Bromo. Pemandangannya sungguh menakjubkan dan yang akan Anda dengar hanya suara jepretan kamera wisatawan saat menangkap momen yang tidak bisa didapatkan di tempat lain. Saat sunrise sangat luar biasa dimana Anda akan melihat latar depan Gunung Semeru yang mengeluarkan asap dari kejauhan dan matahari bersinar terang naik ke langit. Namun sayang sekali saya tidak sempat menangkap momen-momen tersebut, mungkin bukan hanya saya saja, tapi juga beberapa pengunjung lainnya karena kondisi langit saat itu mendung dan berkabut sehingga momen sunrise yang sudah dinantikan terpaksa dilewatkan.
  
Setelahnya kita bisa menikmati hamparan lautan pasir luas, menyaksikan kemegahan Gunung Semeru yang menjulang menggapai langit, serta menatap indahnya Matahari beranjak keluar dari peraduannya atau sebaliknya menikmati temaram senja dari punggung bukit Bromo adalah pengalaman yang takkan terlupakan saat menyambangi Bromo. (sumber dengan beberapa perubahan)

bersama mas Eko, guide gunung Bromo

"Semuanya akan terasa indah, apabila kita jalani dengan ikhlas. Sebab, pekerjaan paling susah bagi manusia adalah mensyukuri segala nikmat Tuhan. Bukan soal nilai rupiah, lebih dari itu bagi saya. Ini soal hakikat. Melalui perjalanan ini, saya ingin belajar pada alam. Karena alam yang natural, yang selalu memberikan petikan nilai-nilai tentang kehidupan.

Karena setiap langkah adalah karya, karena setiap nafas adalah makna. dan di setiap pikiran selalu ada wacana. Karena alam ciptaan-Nya ini sungguh indah, seindah-indahnya gradasi warna dalam batas cakrawala" - Anonymous