Rabu, 29 Oktober 2014

Observasi

Saya suka mengamati hal-hal yang ada di sekelililng saya, tapi jangan bayangkan saya adalah peneliti yang mendefinisikan berbagai fenomena melalui metodologi yang ilmiah. Saya hanya suka melihat, mengamati, dan mengambil kesimpulan saya sendiri tanpa ada kesan ilmiah sama sekali. Kebanyakan adalah hal yang kecil dan sepele. Saya suka mengamati bagaimana sekelompok preman di salah satu fasilitasi publik yang mengekspresikan rasa ingin tahu mereka mengenai kondisi sosial di sekitar mereka dengan antusias, saya suka mengamati bapak-bapak pemulung di sekitar sungai di sudut-sudut ibu kota (lihat tulisan sebelumnya), saya suka mengamati jalanan dan gang-gang sempit di sela-sela gedung dan bangunan di ibu kota, saya suka mengamati gaya hidup penduduk desa atau suku pedalaman yang selalu terlihat ramah dan kadang memunculkan kesan misterius (seperti Sangiang, Baduy, Dayak, Jawa, dll), saya suka mengamati gerak-gerik dan karakter teman-teman saya, dan hal kecil dan sepele yang lainnya.

Saya tidak tahu dengan Anda, tapi saya belajar banyak dari hal-hal yang saya amati di atas. Dan prosesnya jauh lebih menyenangkan daripada hanya mendengarkan dosen di dalam kelas. Memang apa yang saya dapatkan bukanlah teori-teori seperti yang bisa saya dapatkan dari buku sosial research atau buku teori sejenis lainnya, akan tetapi dari “proses pengamatan” yang saya lakukan, saya dapat langsung membandingkan antara teori yang biasanya sangat ideal dengan realita yang sifatnya lebih relatif.

Namun, memang begitulah adanya, tak jauh berbeda seperti apa yang disampaikan oleh dosen Metode Penelitian saya di kampus di Otista No 64C, Jakarta Timur, pak Waris Marsisno. "Penelitian ilmiah dapat dimulai dari mengamati dan peka terhadap hal-hal kecil dan sepele di sekitar Anda"

Sependek pengalaman saya, ada beberapa hal yang terus ditekankan berulang-ulang. Salah satunya adalah bahwa tugas seumur hidup manusia adalah belajar, dan proses pembelajaran dapat dilakukan di manapun dan kapanpun. Definisi belajar tidak dapat dibatasi oleh dinding-dinding sekolah dengan deretan meja dan kursinya. Pun tidak terbatas oleh lembaran-lembaran kertas rangkuman maupun modul.

Belajar tidak terbatas oleh mata pelajaran, mata kuliah, maupun silabus-silabus pendidikan. Memaknai kehidupan juga merupakan sebuah proses pembelajaran, merenung tentang kehidupan juga merupakan sebuah proses pembelajaran. Dari proses tersebut kita akan mendapatkan pelajaran berharga yang tidak kita dapatkan selama di ruang kelas.

Belajar bukan hanya dominasi mata, telinga, otak dan “indera-indera fisik” yang lainnya. Belajar juga merupakan pekerjaan hati. Apalagi jika kita sedang belajar mengenai kehidupan, belajar tentang nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai sosial.

Ya, inilah waktunya, di tingkat 3 jurusan Statistika Sosial dan Kependudukan, saatnya 'hobi' mengamati yang hanya iseng-iseng sudah saatnya diaplikasikan secara ilmiah berdasarkan metode ilmiah yang sistematik, terorganisir, berbasis data, dan dengan pendekatan-pendekatan ilmiah yang lain.

Selamat mengamati, selamat meneliti!

0 komentar:

Posting Komentar