Sabtu, 24 Oktober 2015

Kisah Batu Cekung

Seri #RoadToWisuda2016

BAB 0: NIAT

BAB 0: NIAT
002 Kisah Batu Cekung

Ada orang yang apabila melihat kawannya mendapatkan kemuliaan, ilmu atau lainnya, ia hanya bisa tertegun sambil berkata dalam hati, bagimana saya bisa seperti dia?

Atau kasus lain, seseorang selalu saja pesimis menghadapi suatu pekerjaan. Alasannya tidak lain, karena menurut yang ia dengar, pekerjaan yang dihadapinya itu sulit.

Itu sebagian potret sikap keterputus-asaan, yang terkadang menyelinap hinggap pada hati seseorang. Semua rasa pesimis tersebut harus dipupus. Karena, Allah pasti memberikan pertolongan dan jalan keluar bagi yang mau berusaha. Demikian juga dalam menuntut ilmu.

Dahulu, ada seorang pelaku thalabul 'ilmi yang merasa gagal karena menganggap dirinya tidak memiliki kemampuan dan kecerdasan. Ia pun telah yakin untuk berhenti menuntut ilmu.

Dalam perjalanan pulang, ia melewati puncak sebuah bukit. Di salah satu sudutnya ada sebongkah batu gunung yang cekung karena tetesan air. Akhirnya ia tersadar, "Air meskipun lembut, ternyata bisa membuat batu keras menjadi cekung! Demi Allah aku akan kembali menuntut ilmu!" Berikutnya ia pun sukses dalam thalabul 'ilmi

Kisah ini disebutkan oleh Imam Suyuthi di dalam Al-Muzhir fii 'Uluum al-Lughah 2/261. Akan tetapi, tidak disebutkan secara pasti siapakah nama orang tersebut.

Dari kisah di atas dapat diambil sebuah pelajaran, bahwa jika kita merasa kurang dalam suatu hal, jangan pernah lupakan sebuah modal lainnya! Yaitu "ketekunan". Sungguh, ketekunan akan menjadi langkah awal dari sebuah kesuksesan.

Seorang pujangga pernah memadu rasa:
"Menuntut ilmu lah! jangan putus asa dari cita-cita
Penyakit seorang murid adalah putus asa
Apakah engkau tidak memperhatikan air yang terus menetes di atas batu cadas, 
bukankah akan berbekas?!"

Allah berfirman:
(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabb-mu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut". (QS. Al-Anfal : 9)

Jakarta, 11 Muharram 1437H

Jumat, 23 Oktober 2015

Melawan Malas, Mengusir Jenuh

Seri #RoadToWisuda2016

BAB 0: NIAT
001 Melawan Malas, Mengusir Jenuh

Belajar itu memang bertahap, lihat dan sadari di titik manakah kita berdiri. Seringkali kita minder di saat melihat beberapa kawan telah mencapai tataran yang cukup tinggi. Kita terkadang merasa kecil hati kala membandingkan dengan beberapa kawan yang telah jauh melangkah ke depan.

Semestinya, semangat kita justru semakin menguat. Pijakan untuk berhasil adalah keyakinan kuat jika setiap masalah pasti ada solusinya. Apabila kita pesimis dan tidak berpengharapan lagi, habislah kita. Ucapkan saja selamat tinggal untuk cita-cita.

Melawan malas dan mengusir jenuh pun ada solusinya. Kenapa tidak?

Berdoa kepada Allah dan memohon kemudahan dari-Nya adalah langkah pertama untuk melawan malas dan mengusir jenuh. Di dalam hadits Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu riwayat Muslim, Rasulullah setiap petang memohon kepada Allah agar dilindungi dari rasa malas, Rasulullah juga berdoa:

"Ya Allah, sesungguhnya hamba memohon perlindungan kepada-Mu dari rasa malas, pikun, dosa, dan hutang." (Hadits dari 'Aisyah radhiyallahu'anha, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
dan dalam kesempatan yang lain beliau berdoa:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian” (Hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu'anhu, riwayat Bukhari no. 6367 dan Muslim no. 2706)

Faidah dari hadits di atas:

1. Dianjurkan untuk membiasakan doa tersebut.
2. Doa tersebut berisi permintaan agar kita diberi keselamatan terhindar dari sifat-sifat jelek yang disebutkan di dalamnya.
3. Doa tersebut berisi permintaan agar kita tidak terjerumus dalam sifat-sifat jelek tersebut.
4. Meminta perlindungan dari sifat ‘ajz, yaitu tidak adanya kemampuan untuk melakukan kebaikan. Demikian keterangan dari An Nawawi rahimahullah (dalam al-Minhaj Syarh Shahih Muslim 17/28)
5. Meminta perlindungan dari sifat kasal, yaitu tidak ada atau kurangnya dorongan (motivasi) untuk melakukan kebaikan padahal dalam keadaan mampu untuk melakukannya. Inilah sebagaimana yang dijelaskan oleh An Nawawi rahimahullah (dalam al-Minhaj Syarh Shahih Muslim 17/28).

Jakarta, 10 Muharram 1437H

referensi: rumaysho.com