Senin, 30 Juni 2014

Hngg..

Kian menjauh dari hingar bingar kota. Menelisik sejenak tentang hura-hura, huru-hara, selubung cerita dan warta yang berterbangan lewat udara. 

Ini dunia berjejaring, semua orang bisa terbelit kabel-kabel maya. Entah itu mencekik atau mengurai gelak tawa. Muntah pujian, supremasi pendapat, perang kredibilitas atau cukup bercita-cita menebar dan mengajarkan pengetahuan. Semua menarik, itu candu. Menjemukan tapi asik. Asik lalu mari pipis. 

Dan malam kian meransuk, membiaskan awan yang bertengger di ubun-ubun langit. Menipisnya udara di paru-paru dan hidung yang tersumpal lendir. Kesempurnaan ini berpoligami membentuk elegi lelah di tepian kertas tipis yang dibanjiri tumpahan tinta hitam mencipta keabstrakan dunia.

Ini adalah posting tentang aku, jalanan sepi, lelah dan rumus nonpar seadanya..

Minggu, 22 Juni 2014

Bertahan

Sungguh, sampai saat ini saya tetap bertahan…

Tak ada dalam hidupku mengajarkan saya untuk berhenti, tak pernah ada.
Satu hal yang hidup beri kepada saya tentang kesejatian adalah bertahan. Bagaimana kreatifitas bekerja untuk selalu belajar mecintai hal yang sama setiap hari. Entah itu pekerjaan atau orang-orang yang sama. Sungguh tak ada yang berbeda, tak ada yang sama, waktu membawa kita pada konsistensi. 

Selamat menjalankan hidup, meski tak banyak yang telah dan akan kau lakukan…

Kamis, 19 Juni 2014

Menjadi Kamu.. Iya Kamu..

"Kamu... iya kamuuu..." (Dodit SUCI4 style)

Ya! Kamu.. sebatas manusia. Tak ada yang lebih atau menonjol darimu. Tapi kamu punya hak untuk menentukan sendiri jalan mana yang patut untuk kamu perjuangkan. Itu yang membuatmu tetap eksis. 

Jati diri itu adalah benda mahal. Mungkin datangnya bisa sewaktu-waktu selepas lelah dalam pencariannya. Kerterjebakkan dan sejenisnya adalah perihal pembelajaran diri. Bagaimana untuk bisa lolos dari itu semua. Dan menciptakan sendiri kemerdekaan berpikir, berpolah dan berkreativitas menghadapi hidup.

Masa lalu bukan perihal hitam yang harus hangus di ujung paling akhir masa depan. Namun masa lalu bisa jadi pistol berpeluru untuk membela diri ketika tuntutan terjerembab dalam stagnansi dijatuhkan.

Menjadi kamu..iya kamu.. 
Siapa kamu sebenarnya dan bagaimana kamu sesungguhnya. Hanyalah hati dan pikiranmu yang tau. Asalkan kamu yakin menjadi kamu yang sekamu-kamunyalah adalah sesuatu yang pantas untuk diperjuangkan. Selamat berproses. Kelak hasil akhir itu akan ada juga.

Dan jangan tanyakan keindahannya... Karena memang itu adanya.

Selasa, 17 Juni 2014

Bagaimana Api Bisa Padam Tanpa Air

"Demikianlah, jika sebuah masalah disikapi dengan amarah dan emosi, ia hanya akan menjadi lebih besar lagi. Layaknya luka yang disirami air garam atau seperti usaha memadamkan api dengan minyak tanah. Sia-sia. Ya, sebab inilah cara menyelesaikan masalah dengan masalah." - Sahabat

Well, kalimat tersebut mengingatkan saya pada masalah yang saya alami beberapa waktu yang lalu. Hm, sebenarnya sebelumnya juga beberapa kali mengalami masalah yang serupa. Kesemuanya memiliki satu persamaan. 

Sekali waktu, ketika seseorang menyatakan ketidaksukaannya secara implisit kepada kita, dan saya membalas berkomentar dengan emosi, gamblang, tanpa tanya terlebih dahulu. Apa yang terjadi? Tentu saja tanggapan dari orang tersebut juga emosi. Pada kasus ini apa kesalahan saya? Ya, saya menanggapi hal tersebut dengan emosi. Saya terlalu sibuk melakukan pembelaan sehingga saya tidak memedulikan dari sudut pandang orang tersebut. Namun, bukan berarti pembelaan saya sepenuhnya salah, hanya saja saya melakukan pembelaan di saat yang tidak tepat.

Maka, dari sini saya bisa belajar. Api tidak bisa dipadamkan dengan api dan api bisa diciptakan dari dua batu yang digesekkan. Jika kamu seorang yang emosionalnya tinggi, jika ada masalah menimpamu, berusahalah untuk tidak memikirkannya selama beberapa jam. Coba minum air putih, atau bisa juga dengan tidur. Untuk umat muslim bisa dengan ambil air wudhu. Saya ini juga emosional, apalagi menyangkut sesuatu yang tidak sesuai dengan diri saya. Tipe yang "langsung samber". Namun sekarang saya mulai mencoba menghilangkan "langsung samber" tersebut. Sulit? Ya, sangat sulit. Apa salahnya mencoba? :)

Sabtu, 07 Juni 2014

Hari Ini dan Berikutnya...

Pagi ini serasa penuh dengan sampah kemarin. Ingin membuang semua sampah itu hari ini. Melunasi kewajiban yang tertunda dan tak lagi menjadi batu di pikiran yang selalu menghambat jalannya air pikirku. Oh, betapa manusia mencintai yang namanya ‘melunasi kewajiban’. Kerap kali jadi benalu di otak dan menggerogoti saraf. Melunasi kewajiban untuk melunasi hidup saat ini. Untuk apa? untuk hidup.

Sekarang aku berada di ruang yang tenang. Mencoba mengulang kembali yang telah aku lunasi, dengan meninggalkan sedikit rasa bersalah. Dalam benak tanya tertahan, apakah sudah maksimal hasilku? cukup sudah. Telah aku mencoba dengan caraku. Mulai kasihan dengan otakku yang berat sebelah, beberapa jalan mulai menjadi telusur waktuku hingga malam menjemput. Sudut-sudut kota menampilkan aktivitas yang bersahaja; terulang meski kadang membosankan. Tetapi bosan itu perkara rasa dan waktu. Saat ini rasaku tersenyum menatapnya, waktu juga tak lekang mengulangnya. Melintasi depan pasar tradisional yang menyimpan sejarah. Ada masa lalu yang begitu lekat didalamnya. Entah sisinya yang kelam akan ruang yang berbeda dari sekitarnya yang penuh dengan bangunan megah yang menohok langit. Entah karena orang selalu mengunjunginya tanpa harus merasa bahwa masa lalu itu lekat. Dimensi yang berbeda menurutku; bisa berada dalam waktu yang berdekatan dengan masa lalu dan masa sekarang. Tanpa mempermasalahkan usang dan kumuhnya tempat itu, toh masa sekarang sajalah yang dinikmati pembelinya. Meski rubuhnya entah kapan, tak ada yang peduli. Entah kapan itu terbakar, semua berjalan kedepan.

Melihat-mengamati semua yang ada-meresapi semua bentuknya dalam aliran pikirku, melahirkan senyumku yang tak henti. Jalan yang panjang dan bersisian ini mengungkapkan bentuk lain pula. Betapa semrawutnya jalan aspal ini, meski lorong kecil, tempat tikus sekalipun, semua arah itu menuju kepada siapa dirimu akan pulang. Semampet-mampetnya jalan itu, betapapun kau tersesat, jalan itu penunjuk arahmu pulang. Ingat, jalan tak akan membuatmu tersesat. Jalan hanya kadang membawamu menuju tempat yang asing. Setelah itu akan selalu ada jalan bertemu tujuan.

Mengukur kota selesai, saatnya bertemu teman yang menunggu tuk berbagi tawa. Tetapi aku juga merindukan rumah. Apa gerangan yang dilakukannya saat ini..