Bismillaah,
Seorang sahabat adalah sosok yang sangat berharga bagi kehidupan seseorang. Kehidupan seseorang akan terwarnai dengan hadirnya seorang sahabat di sisinya. Jika sahabatnya baik, maka ia akan menjadi baik pula. Namun bila sahabatnya buruk, maka sudah sangat mungkin terjadi ia akan terwarnai olehnya.
Indah sekali apa yang pernah Rasulullah ibaratkan tentang seorang sahabat yang beliau umpamakan dengan penjual minyak wangi dan pandai besi. Jika berteman dengan penjual minyak wangi, minimal akan mendapat dan mencium wanginya. Berteman dengan seorang pandai besi, bisa-bisa percikan apinya mengenai tubuh dan juga kedapatan bau busuknya. Sungguh beruntung seseorang yang mendapatkan sahabat sejati, yang memuji di belakangnya dan mengoreksi di depannya.
Ada sebuah pertanyaan, apakah persahabatanmu sekadar permainan yang bisa ditinggalkan ketika kamu merasa bosan?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu diyakini bahwa kehidupan yang kita jalani ibarat sebuah perjalanan. Ada pepatah mengatakan, “Carilah teman sebelum melakukan perjalanan.” Sebab teman bagi seorang musafir bagaikan kehidupan dan ruhnya.
Oleh sebab itu jika persahabatan hanya sekadar permainan, maka tak ayal perjalanan ini tidak nyaman hingga tujuan bahkan lebih buruk dari itu.
Timbul lagi sebuah pertanyaan, “Lalu siapakah yang layak menjadi sahabat saya?”
Rasulullah telah bersabda bahwa agama seseorang bisa dilihat dari agama teman dekatnya. Itu artinya bahwa perangai, perilaku, dan tabiat seseorang dapat dilihat kepada siapakah seseorang itu bergaul. Maka hendakalah berhati-hati dalam memilih seorang teman. Karena bisa jadi suatu saat engkau akan menjerit dan menyesali keputusanmu persis sebagaimana firman Allah ;
“Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.“ [Al-Furqan : 28-29]
Maka, relakah engkau akan bernasib demikian??
Alangkah indahnya seorang sahabat, yang ketika kita berbuat salah ia menegur dan menasihati, bukan karena rasa benci, namun karena begitu cintanya ia terhadap kita sehingga tak bosan-bosannya mengingatkan akan sebuah kebenaran. Namun seringkali kita terlupa, termakan oleh egoisme diri, merasa lebih baik, lebih banyak makan asam garam, sehingga menafikan sebuah kebenaran yang sebenarnya datang dari Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam lewat lidahnya. Alangkah indahnya seorang sahabat yang mau ikut menangis bersama, ketika melihat sahabat lainnya jatuh dalam kubangan nista dan dosa, merasa kasihan, bukan kebencian hingga bergetar bibir menahan tangis dan kesedihan, terluka jiwa yang fitrah oleh tajamnya belati hawa nafsu.
begitulah seorang sahabat sejati itu,
untuk para sahabatku yang saya cintai,
baarakallaahu fiikum *titik dua tutup kurung*
Jakarta, dalam pekatnya malam
ini, kok unyu.
BalasHapusaku emang unyu sur, makasih :D
Hapus