Tiba-tiba hujan turun tanpa intro. Genangan air menghalau langkahku untuk melangkah ke warung makan di seberang jalan. Tapi perut ini lapar. Dan makanan tak kunjung datang hari itu. Nekat adalah solusi terakhir mengakhiri penderitaan. Berkecipak, berjingkat dan melompat kecil akhirnya bisa juga lolos. Yah, walaupun sedikit basah celanaku, tapi tak mengurungkan niatku untuk memanjakan perut.
Sederhana saja yang saya pesan untuk perut saya. Nasi, sayur dan tempe goreng lengkapi dengan segelas teh manis hangat. Tak ingin muluk-muluk saya memanjakan perut. Ala kadarnya saja asal kenyang di akhir cerita. Sebentar saja lamunanku terjebak pada bayangan yang terpantul di gelas teh didepanku.
'Bahagia', kata dasar yang sederhana terucap namun mampu meledakkan hati menjadi kepingan-kepingan senyum yang tak bisa dilunasi hanya dengan berjanji. Entah petir apa yang memaksaku melangkah menjauh dari kotaku hanya untuk mengkalkulasi sebuah kemungkinan-kemungkinan. Tapi apa salahnya, tak ada salahnya mengejar kemungkinan-kemungkinan itu dan mewujudkannya menjadi sesuatu yang bisa dikenang ketika duduk dibangku taman, kelak ketika menjadi tua. Mungkin..
Ahh.. tehku tak hangat lagi. Terlalu lama saya melamun. Yang saya sadari saya sudah kenyang dan saya tutup dengan delapan ribu perak. Dan siang itu saya masih di kota ini, ketika saya menyambut setiap momen dengan sepotong senyuman. Saya hanya melihat kesederhanaan menikmati kebahagiaan atas semua yang telah saya lakukan.
Hai..
0 komentar:
Posting Komentar