Tidak pernah ingat pasti, kapan kata umur itu ada. Pohon dan hutan, manusia dan masyarakat. Semua bertumbuh dan bertambah. Mungkin, karena manusia kerap melupakan sehingga sesuatu itu diberi label, punya namanya masing-masing. Dari yang nampak hingga yang nisbi. Leluhur kita lebih pintar mengakali waktu. Agar ia tahu bertumbuh itu tak hanya dari kecil menjadi besar. Agar ia tahu bertambah itu tak hanya dari satu menjadi tak terhingga. Tetapi sesuatu yang terjadi secara simultan punya tempa. Satu dari kita pasti ada dalam jumlah, tetapi mungkin kita tak bisa di-sama-dengan-kan. Satu satu kita tumbuh melengkapi yang banyak. Setiap satu yang tumbuh punya ciri. Setiap ciri men-sejati-kan manusianya. Supaya teringat. Karena kala umur telah di ujung senja, sang diri hanya bisa berkata “apa saya sudah siap dengan bekal-bekal perjalanan meninggalkan jagat ini?”.
Tidak pernah ingat pasti, kapan umur itu ada. Mengulang tahun justru aku bertumbuh. Hidup memang telah berubah. Celoteh kini hanya untuk tertawa. Tertawa pada kini. Semua itu kini menjelma mitos. Masa kecil memang kadang dimanipulasi. Agar kau senang. Saat nanti menjelang siang, tak perlu terik menyengat, ada sadarmu jadi pelindung yang rindang. Ingatlah kini, ingatlah nanti, meski sesaat, cuma sesaat. Hiduplah penuh dengan kini, saat ini. Dalam Iman dan Islam, dalam jiwamu, dalam kata, dalam tubuh, dalam niat, dalam sekitarmu. Dan kau tak akan tahu, kapan kau 'berumur'.
Selamat, masih bisa hidup~
Selamat, masih bisa hidup~
Mantap kali lah bang tulisannya :)
BalasHapusbertambah bilangannya, tp berkurang masanya...
BalasHapus