Di dalam ruangan itu kamu hanya mampu terpekur diam. Entah apa yang menghujam hatimu, otakmu dan jiwamu. Semuanya datang dan enggan hengkang. Berjejal memaksa untuk melelahkan logika. Udara yang masuk ke rongga-rongga itu menyesakkan. Tarik nafas dalam tak juga melenyapkan aral. Inilah sebuah Ruang, Waktu dan Alur yang kamu tetapkan sebagai titik tolak melambai masa depan.
Ruang..
Saya hanya bisa terdiam ketika beberapa mata itu menelanjangi umurku. Memang saya masih muda. Jalanku pernah saya ukur, dan tidak berubah masih panjang. Masih ada ujung dimana saya akan berteriak ke belakang dan mengumpat kalo saya takkan pernah kalah.
Namun inilah saya disini. Di sebuah pelataran realitas yang mau tidak mau harus saya lakoni perannya. Dan mereka, yah mereka boleh berujar apapun berbicara apapun dan mungkin kalo bisa mengumpat apapun.
Tapi perlu saya ingatkan ke dua kaki ini masih kokoh meminggul beban ini. Ke dua tangan ini masih kuat mengepal dan mampu membuat pingsan semua persoalan. Hati dan keyakinanku masih terpatri hebat hanya untuk menatap kembali mata kalian yang dijejali berjuta pertanyaan. Dan Perut ini biarkan dia hidup. Karena saya memang inginkan ini.
Saya bukan korban. Saya seorang pemenang. Saya masih mampu tuk melangkah, sekalipun plakat kesalahan sekali-kali datang dan menampar, tapi saya tetap bertahan. Ingat saya masih mampu bertahan.
Waktu..
Silih berganti jalinan detik dan frame bergelayut melatari hari-hariku. Berbagai pilihan datang dan pergi. Semua menghendaki keputusan. Semua bicara tentang kepentingan. Semua berkelakar tentang pengharapan.
Namun bisa kan membiarkan saya tuli sejenak? Biarkan saya diam dan berpikir, kemana harus saya bobol kebodohan dan logika yang saling bertumbukan di otakku.
Di waktu kala itu. Mungkin saya hanyalah tubuh. Yah, hanyalah tubuh. Menjelma menjadi tubuh. Jiwaku saya biarkan bersenggama dengan keadaan.
Dan tak jauh dari sepersekian detik cahaya. Akhirnya saya berada di tepian. Sendiri tanpa gandeng tangan. Memilih melihatmu tunggang langgang tergopoh-gopoh menyandang cacat kemanusiaan.
Yah, jemari-jemari ini mencoba meranggai ujung tebing. Sekuat tenaga menarik tubuhku yang terpelanting keras divubin-ubin jelaga. Jemariku, saya percayakan tekadku kepadamu. Entah esok pagi itu indah atau kelam, saya masih percaya embun itu masih cerah oleh rinai udara pagi. Saya percaya saya mampu..
Alur..
Biarkan ini menjadi pertanyaanku esok hari...
selamat malam pagi hari...
0 komentar:
Posting Komentar