Minggu, 31 Mei 2015

Masihkah Engkau Berat untuk Menundukkan Pandangan?

"Hati-hati antum tidak akan bergetar sama sekali ketika ada wanita biasa lewat di hadapan antum atau mencoba menggoda antum. Tapi, kalau bertemu dengan wanita yang jilbabnya lebar yang panjangnya sampai ke lututnya, beda ceritanya. Hati antum akan bergetar sebagaimana ujung-ujung jilbab panjangnya bergoyang tertiup angin". (Mas Hasan al-Jaizy, di sela-sela kajiannya)

Salah satu godaan yang amat besar bagi para pemuda bahkan sebagian dari para thalibul 'ilmu adalah “rasa ketertarikan terhadap lawan jenis”. Memang, rasa tertarik terhadap lawan jenis adalah fitrah manusia, baik wanita atau lelaki. Namun kalau kita tidak bisa memenej perasaan tersebut, maka akan menjadi malapetaka yang amat besar, baik untuk diri sendiri ataupun untuk orang yang kita sukai. Sudah Allah tunjukkan dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

”Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim)

Maka dari itu, sabagai muslim lebih-lebih untuk para thalibul 'ilmu, kita harus yakin bahwa kehormatan (iffah) dan kewibawaan (muru'ah) kita harus dijaga dan dirawat, terlebih ketika berkomunikasi atau bergaul dengan lawan jenis agar tidak ada mudhorot (bahaya) atau bahkan fitnah. Karena sekali kita termakan oleh fitnah tersebut, maka itu adalah sebuah tindakan 'kriminal' yang dapat mencoreng kehormatan dan kewibawaan thalibul 'ilmu. [1]

Pandangan laki-laki terhadap perempuan atau sebaliknya adalah termasuk panah-panah setan. Kalau cuma sekilas saja atau spontanitas atau tidak sengaja maka tidak menjadi masalah pandangan mata tersebut, pandangan pertama yang tidak sengaja diperbolehkan namun selanjutnya adalah haram. Ketika melihat lawan jenis, maka cepatlah kita tundukkan pandangan itu, sebelum iblis memasuki atau mempengaruhi pikiran dan hati kita. Segera  mohon pertolongan kepada Allah agar kita tidak mengulangi pandangan itu. [2]

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam syairnya [3]:

Setiap bencana berawal dari pandangan mata,
Sebagaimana api yang besar berasal dari percikan bara.
Berapa banyak pandangan sanggup menembus relung hati,
Seperti  kekuatan anak panah yang lepas dari busur tali.
Seorang hamba, selama mengumbar pandangannya untuk memandang selainnya,
Maka dia berada dalam bahaya.
Ia menyenangkan mata dengan sesuatu yang membahayakan hatinya,
Maka janganlah menyambut kesenangan yang akan membawa bencana.

Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.

“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Maka beliau memerintahkanku supaya memalingkan pandanganku.” [4]

Al-Imam An-Nawawi berkata: ”Makna pandangan tiba-tiba adalah pandangan kepada wanita asing/nukan mahram (ajnabiyyah) tanpa sengaja, tidak ada dosa baginya pada awal pandangan, dan wajib untuk memalingkannya pada saat itu juga. Apabila dipalingkan saat itu juga maka tidak berdosa, akan tetapi apabila terus-menerus memandang, maka berdosa berdasarkan hadits ini, karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memalingkan pandangannya. Padahal Allah ‘azza wa jalla berfirman : {قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ} ”Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya” [5]

Allah berfirman :

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ * وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya” (QS. An-Nuur : 30-31).

Ibnu Katsir berkata: Ini adalah perintah dari Allah ’azza wa jalla kepada hamba-hamba-Nya mukminin untuk menundukkan pandangan-pandangan mereka dari perkara-perkara yang diharamkan bagi mereka. Mereka tidak memandang kecuali pada apa yang diperbolehkan bagi mereka dan untuk menundukkan pandangan dari yang diharamkan, apabila kebetulan memandang kepada yang haram tanpa disengaja maka langsung memalingkan pandangannya secepat mungkin” [6]

Ketika menjelaskan ayat ini Syaikh Ibnu Sa’di mengatakan,

عن النظر إلى العورات وإلى النساء الأجنبيات، وإلى المردان، الذين يخاف بالنظر إليهم الفتنة، وإلى زينة الدنيا التي تفتن، وتوقع في المحذور.

“Tundukkanlah pandangan terhadap empat hal:
Pertama, aurat orang lain (meski sesama jenis)
Kedua, wanita ajnibiyah (wanita yang bukan istri, bukan mahram)
Ketiga, laki-laki baby face yang melihatnya bisa dikhawatirkan menimbulkan godaan
Keempat, kemewahan hidup dunia yang menggoda dan menjerumuskan ke dalam hal terlarang”.

Itulah sebagian dalil yang menunjukkan haramnya memandang kepada yang tidak dihalalkan untuk memandangnya. Dan ulama telah ber-ijma’ atas haramnya memandang orang asing (bukan mahram) baik laki-laki ataupun perempuan yang sebagiannya memandang kepada yang lain jenis.

Al-Haafidh Abu Bakr Al-’Amiriy rahimahullah berkata : ”Sesungguhnya yang di-ijma’-kan oleh umat dan disepakati oleh ulama salaf serta khalaf dari kalangan fuqahaa’ dan para imam atas keharamannya adalah memandang orang asing baik laki-laki atau perempuan, sebagiannya kepada yang lainnya. Yaitu mereka yang tidak ada hubungan rahim dan nasab, dan bukan pula mahram karena suatu sebab seperti susuan yang lain – maka mereka itu haram, sebagian memandang yang lain... maka memandang dan berduaan haram atas mereka menurut kaum muslimin secara keseluruhan” [7]

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menjelaskan, ”Pandangan merupakan pangkal bencana yang menimpa manusia. Sesungguhnya pandangan akan melahirkan lintasan dalam hati. Kemudian lintasan hati akan melahirkan pikiran. Pikiran akan melahirkan syahwat. Syahwat membangkitkan keinginan. Kemudian keinginan itu menjadi kuat, dan berubah menjadi tekad yang bulat. Maka apa yang tadinya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan, dan itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang menghalanginya. Maka sungguh bagus suatu nasihat: kesabaran dalam menundukkan pandangan masih lebih ringan daripada kesabaran dalam menanggung beban sakit setelahnya.” [8]

Semoga Allah Yang Maha Penyayang membimbing kita untuk senantiasa menjaga pandangan agar selamat dalam menapaki sisa-sisa hidup ini. Wallahul Musta’an.

Baarakallahu fiikum

Jakarta, 13 Sya'ban 1436H
______________________

[1] Faidah ringkas dari Dauroh Akademisi 12-13 Sya'ban 1436H, Kajian Kitab "Hilyah Thalibul 'Ilmi wal Muta'allim Bab 1: al-'Adabul Thalibil 'Ilmi fii Nafsihi" bersama Syaikh Kamal an-Najar dan Ustadz Fauzan, ST, Lc

[2] Ummu Zainab (remajaislam.com)

[3] Ad-Da’wa Ad-Dawa’, karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah

[4] HR. Muslim no. 2159

[5] Syarhun-Nawawi ‘alaa Shahih Muslim (14/139)

[6] Tafsir Ibnu Katsir (3/282)

[7] Ahkaamun-Nadhar ilal-Muharramat hal. 32

[8] Ad-Da’wa Ad-Dawa’, karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah

Sebagian risalah diambil dari tulisan Faishal bin ’Abduh Qa’id Al-Hasyidi dari blog ustadz Abul Jauzaa'

0 komentar:

Posting Komentar