Jumat, 16 Mei 2014

Rantau: Barisan Kisah Perjuangan Mengais Sepenggal Asa di Tanah Orang


Ada kenikmatan tersendiri ketika saya menggerakkan jari jemari saya menari dengan mouse dan keyboard membentuk garis dan titik-titik menghubungkannya satu sama lain, memadukan warna dan sedikit efek grafis menjadi suatu bentuk sederhana namun mengandung rasa. Ya, lebih nikmat daripada jari-jemari saya menari di atas keyboard mengolaborasikan huruf demi huruf membangun sebuah kata, menjadi kalimat, menjadi paragraf, menjadi sebuah kisah, bagi saya itu lebih membosankan namun lebih memberi makna daripada hanya sebuah gambar yang bias makna. Sama seperti yang saya lakukan sekarang, nulis di blog..

Gambar di atas adalah hasil iseng-iseng saya, biar tulisan yang ada di blog ini keliatan keren gitu, kayak novel-novel yang ada di toko-toko buku, padahal mau nyari buku yang kayak gitu dimana aja ga bakal nemu, yakin deh, muehehe. Mengambil kisah perantauan saya di Ibukota, ide gedung-gedung pencakar langit dan langit senja menjadi insiprasi saya. Kenapa harus langit senja? ya... suka-suka saya sih, wong saya yang bikin juga, hehe. Dua logo yang mengapit nama saya di cover di atas adalah logo R-Square yang merupakan identitas desain saya dan CCDJ (Casing Cina Daleman Jawa) yang merupakan logo dari blog ini. Jadi jelas, bahwa 2 logo itu bukan logo penerbit, karena memang itu bukan cover buku. Saya bukan penulis wannabe, tapi kalo dibilang graphic designer wannabe baru boleh, sejatinya saya hanya seorang anak manusia sederhana yang kebetulan mengenal dunia internet dan tiba-tiba jadi blogger amatir sejak tahun 2009 silam (hanya saja blog-blog saya selama 5 tahun terakhir ini terbengkalai dan akhirnya mati). Saya hanya ingin sedikit berbagi cerita saja, menginspirasi orang lain, itupun jika celotehan saya memang menginspirasi. Maka dari itu, cukup dimaknai saja celotehan-celotehan saya disini, kalo tidak bermakna setidaknya saya sendiri yang bisa memaknainya.

Tak kenal maka kenalan, begitulah bunyi pepatah klasik yang udah dipatah-patahin kata-katanya.. Jadi, bagi yang belum kenal saya coba cek postingan pertama di blog ini aja, hehe. Saya adalah putra pertama dari 2 bersaudara dari keluarga sederhana nan bahagia dan sejahtera. Ibu saya berasal dari Lampung-Sumatera berdarah Jawa (Kakek dari Yogyakarta, Nenek dari asli Lampung), Ayah saya dari Tarakan-Kalimantan berdarah Cina dan Jepang (tapi yang Jepang ini dari buyutnya buyut sih), sedangkan saya sendiri lahir di sebuah kota kecil yang penduduknya sejahtera di Kab. Pasuruan, Jawa Timur, kota Bangil namanya, kota Bordir julukannya. Complicated banget ya darah saya, ada suku Jawanya, ada Sumateranya, ada Kalimantannya, ada Cinanya, ada Jepangnya, ada Arabnya jg (jauh dar nabi Adam). Jadi berasa dunia ada dalam diri saya aja, hehe.. 

Pada 2014 ini usia saya genap 20 tahun, selama 17 tahun saya menghabiskan waktu saya di kota Bangil, menjalani hidup sebagai bagian dari sebuah keluarga dan anak sekolahan, seorang anak rumahan yang jarang keluar rumah, menjadikan komputer dan dunia maya sebagai teman bermain, namun bukan berarti saya tidak memiliki sahabat manusia, di samping saya sahabat karib saya ada yg dari TK, SD, SMP, hingga SMA bahkan kuliah masih ada hingga sekarang bahkan level sahabat pun lewat, mereka sudah saya anggap saudara sendiri. Sempat juga 3 bulan saya tinggal di Surabaya, dengan beberapa sahabat saya, berjuang untuk yang katanya demi masa depan cerah, ya, berjuang untuk SNMPTN, dan alhamdulillah sempat di terima di Teknik Kimia ITS, namun saya lepas begitu saja karena lebih memilih perguruan tinggi yang saya jalani sekarang di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Setelah hidup 17 tahun di Bangil, kampung halaman tercinta, sekarang saya hidup di Ibukota, di Jakarta Timur lebih tepatnya. Untuk melanjutkan studi saya di Perguruan Tinggi Kedinasan, di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, sekarang sudah tahun kedua saya berada di sini. 

Mengapa saya harus kuliah jauh-jauh ke Jakarta? padahal di Jawa Timur, di Surabaya, Malang, Jember, dan sebagaiknya masih banyak perguruan tinggi yang berkualitas yang tak kalah dengan yang ada di Ibukota, bahkan saya harus menolak Jurusan Teknik Kimia ITS hanya untuk kuliah di sini. Yang pertama, karena saya mengutamakan diri saya kuliah di perguruan tinggi kedinasan, alasannya karena gratis, saya nggk ingin selalu merepotkan orang tua saya dalam masalah biaya, dan memang saya ingin merasakan bagaimana sih birokrasi di Indonesia, kenapa sih negara saya ini dari dulu banyak masalah, yang saya pikirkan pada waktu saya memilih STIS ini adalah mungkin jika saya sudah masuk dalam pemerintahan di Indonesia saya bisa mengetahui bagaimana masalah-masalah yang ada di Indonesia dan bagaimana solusinya. Tapi setelah tahu beberapa kenyataan yang ada ternyata tidak semudah seperti yang saya pikirkan. Kedua, karena saya bosan hidup di Jawa Timur, saya ingin merasakan suasana yang baru yang lebih menantang, merasakan bagaimana arti hidup yang sesungguhnya. Ya, itulah apa yang saya pikirkan semasa SMA, berpikir praktis dan simpel. Tapi sejatinya apa yang saya pikirkan tidak selalu sesuai dengan apa yang terjadi di kenyataannya. Hidup di kota Jakarta lebih membosankan, bukan karena saya tak kuat dengan kerasnya kondisi Ibukota, tapi hidup di Ibukota serasa monoton, hanya bolak-balik kampus-kost-warteg, kampus-kost-warteg. Ingin jalan-jalan keliling Jakarta pun tempatnya ya hanya itu-itu saja, gedung pencakar langit, aspal yang panas, dan kerangka besi yang dipenuhi puluhan manusia yang berdesak-desakan. Simpelnya sumpek. 

Yah, itu mungkin hanya sepersekian dari sepersekian bagian kehidupan di Ibukota, orang bilang hidup di Jakarta enak, harta berlimpah, status sosial meningkat, kamu bisa lebih dihargai.. ya bisa DIHARGAI.. namun apakah dengan hidup di Jakarta kita bisa lebih DIMAKNAI? yah yang pasti hidup di Jakarta lebih dari itu, tak hanya di Jakarta, dimanapun juga kau tinggal.. memang Jakarta itu apa? kota surga? tertipu kau jika bilang Jakarta kota surga.. Jakarta didewa-dewakan hanya karena ia Ibukota! masih banyak kota yang lebih layak dikatakan sebagai kota surga.. Yah, intinya dimanapun kau berada, niat dan perjuangan adalah modal utama, pengalaman dan pelajaran hidup adalah hasil yang lebih bermakna bagi saya.

0 komentar:

Posting Komentar