"Demikianlah, jika sebuah masalah disikapi dengan amarah dan emosi, ia hanya akan menjadi lebih besar lagi. Layaknya luka yang disirami air garam atau seperti usaha memadamkan api dengan minyak tanah. Sia-sia. Ya, sebab inilah cara menyelesaikan masalah dengan masalah." - Sahabat
Well, kalimat tersebut mengingatkan saya pada masalah yang saya alami beberapa waktu yang lalu. Hm, sebenarnya sebelumnya juga beberapa kali mengalami masalah yang serupa. Kesemuanya memiliki satu persamaan.
Sekali waktu, ketika seseorang menyatakan ketidaksukaannya secara implisit kepada kita, dan saya membalas berkomentar dengan emosi, gamblang, tanpa tanya terlebih dahulu. Apa yang terjadi? Tentu saja tanggapan dari orang tersebut juga emosi. Pada kasus ini apa kesalahan saya? Ya, saya menanggapi hal tersebut dengan emosi. Saya terlalu sibuk melakukan pembelaan sehingga saya tidak memedulikan dari sudut pandang orang tersebut. Namun, bukan berarti pembelaan saya sepenuhnya salah, hanya saja saya melakukan pembelaan di saat yang tidak tepat.
Maka, dari sini saya bisa belajar. Api tidak bisa dipadamkan dengan api dan api bisa diciptakan dari dua batu yang digesekkan. Jika kamu seorang yang emosionalnya tinggi, jika ada masalah menimpamu, berusahalah untuk tidak memikirkannya selama beberapa jam. Coba minum air putih, atau bisa juga dengan tidur. Untuk umat muslim bisa dengan ambil air wudhu. Saya ini juga emosional, apalagi menyangkut sesuatu yang tidak sesuai dengan diri saya. Tipe yang "langsung samber". Namun sekarang saya mulai mencoba menghilangkan "langsung samber" tersebut. Sulit? Ya, sangat sulit. Apa salahnya mencoba? :)